A.Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran
Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada
pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows,
1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan
ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain –
University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle
(Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model
pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah
kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana
(Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))
Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.
B.Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Suherman (2003: 7)Model pembelajaran dimaksudkan
sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut
strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model
pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru
dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses
dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.Konsep ini menjelaskan
bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam
memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar.
Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai
keterampilan self directed learning.
C.Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Departemen Pendidikan Nasional (2003)Pembelajaran berbasis
masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa
belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil
menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses
belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.Dari
pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah
adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi
siswa untuk terus belajar.
Muslimin Ibrahim (2000:7)Pembelajaran berdasarkan masalah
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya
kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang
mandiri.Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis
masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu
guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat
proses pembelajaran.
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:
1.
membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan
masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan
transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
D.Prinsip-Prinsip Metode
Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga
prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL
1.
Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran
tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan
pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak
kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih
diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti
menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung
pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam
mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa
memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar
konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru
digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak
hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi
itu diinterpretasikan dan dipanggil.
2.
Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila
pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum
mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi
dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan
(what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan
(did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada
pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode
pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan
metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni
menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah
masuk akal?
3.
Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga
ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki
pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan
tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian
pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan
pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan.
Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam
menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan
bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman
masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya,
Clement, 1990).
Kriteria
Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah yakni sebagai berikut:
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa
bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga
setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang
banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.
Langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Masalah Langkah-langkah pemecahan masalah dalam
pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:
1.
mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
5. memilih cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.
Berikut
langkah –langkah uuntuk memulai Problem Based Learning:
1.Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan
yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan
dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak
mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap
penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang
mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan
di kelas..
E.Asessment dan Evaluasi
Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan
tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan
prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan
siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus
dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar
(Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu
bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka
capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli
luar).
Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi
pada proses dengan tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama,
penerimaan siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan
belajar ( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta
pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis
masalah guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif
siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu
siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.
Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis
masalah dapat digambarkan sebagai berikut:Guru sebagai pelatihvSiswa sebagai
problem solving.Masalah sebagai awal tantangan dan motivasivAsking about
thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ømemonitor pembelajaran probbing menantang siswa untuk berfikir )Ømenjaga agar
siswa terlibatmengatur dinamika kelompokØmenjaga berlangsungnya proses peserta
yang aktifØterlibat langsung dalam pembelajaranØmembangun pembelajaranØmenarik
untuk dipecahkan menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran
yang dipelajari.
Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model
pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke
putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah
pembelajaran.Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes)
yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan
berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan
melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).
F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam Pemanfaatannya
Kelebihan
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya dalam proses pembelajaran
adalah:
1.
Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang
telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Kekurangan
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1. Kurang
terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini..
2.
Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih
banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan
yang diberikan.
3. Menurut
Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada
kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda.
4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang
mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak
memiliki pengalaman sebelumnya.
.
Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup
sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat
menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja
keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan
kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan
yang tepat daripada menyerahkan mereka solusiPembelajaran Berbasis Masalah
pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah kedokteran di
McMaster University di Kanada.
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses
pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan
berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini
akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat
dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya
tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk
memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik
untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat
diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi
pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan
interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan
pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan
penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan,
mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan
bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata
lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka
pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata
pada kehidupan sehari-hari.Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk
memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan
ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan
transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,