Pendahuluan
Perempuan dimanapun dan kapanpun selalu menjadi pembicaraan yang menarik. Keindahan dan keunikan yang dimiliki perempuan tidak selamanya membawa keberuntungan bagi kehidupan perempuan. Sepanjang sejarah perempuan selalu menjadi obyek ketidak adilan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Budaya patriarkhi telah memberikan ruang pemikiran tentang kedudukan perempuan sebagai makhluk second
class. Perempuan tak ubahnya selalu berada dibawah kekuasaan
laki-laki, sehingga mereka tidak mempunyai kebebasan untuk tumbuh dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Secara historis, kondisi perempuan dalam kehidupan sosial sangat mem- prihatinkan. Konstruk sosial telah sekian lama menjadi bumerang dalam kehidupan perempuan. Kultur tersebut sangat
kuat dan bisa dikatakan mendunia. Pada jaman jahiliyah sebelum masuknya Islam, perempuan tidak memiliki hak apa pun. Bahkan termasuk hak hidup nyaris tidak dimiliki pada waktu itu. Terbukti anak-anak perempuan yang
baru lahir dibunuh hidup- hidup dengan cara dikuburkan begitu saja di dalam tanah.
Di sisi lain perempuan
dirampas haknya, diperjualbelikan seperti budak dan diwariskan tanpa mewarisi. Warisan kultur tersebut
tidak mudah dihilangkan begitu saja dan berpengaruh pada pandangan
dan cara berpikir manusia terhadap keberadaan dan peran perempuan di dunia. Pengaruh budaya patriarkhi yang terjadi sepanjang sejarah memposisikan
perempuan sebagai makhluk yang inferior, sedangkan laki-laki sebagai makhluk superior. Bahkan para pemikir Barat
sebagian juga memandang
perempuan sebelah mata.
Seiring dengan perkembangan jaman, keberadaan perempuan di dunia mengalami perubahan meskipun tidak sepenuhnya. Modernisasi yang menawarkan berbagai perubahan di segala bidang memberikan peluang bagi perempuan untuk bangkit dari keterpurukan dan ketidak adilan yang dialami selama ini. Modernisasi perlahan membawa perempuan terlepas dari belenggu kungkungan dan tuntutan budaya yang mengharuskan perempuan terus termarginalkan.
Perempuan di era modern mulai mendapatkan kebebasan untuk memenuhi haknya sebagai makhluk yang juga memiliki
kebebasan untuk berkraya, ber- peran, menyuarakan hak-haknya dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Para perempuan saat ini,
tidak lagi bergerak di bidang domestik atau urusan rumah tangga seperti
memasak, mencuci, dan segala hal yang berkaitan dengan kegiatan
perempuan dalam urusan rumah tangga, tetapi mereka juga di beri kebebasan untuk
berperan selayaknya laki-laki di wilayah publik.
Peran perempuan di ranah publik seperti terlihat di bidang politik,
dan pendidikan. Dalam bidang politik, perempuan mendapatkan hak yang sama dalam berpendapat dan
membantu jalannya pemerintahan untuk mewujudkan
suksesnya pembangunan meskipun jumlah
perempuan tergolong lebih sedikit dibandingkan jumlah laki-laki
yang masih mayoritas. Dari segi pendidikan,
saat ini perempuan mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki untuk mendapat- kan pendidikan yang baik, dan dipercaya untuk menumbuh kembangkan potensi
dan kreatifitasnya sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Selain itu perempuan
juga memiliki kesempatan yang sama
dengan laki-laki untuk menuntut ilmu tanpa batasan waktu yang ditentukan.
Perempuan dalam belenggu Modernitas
Arus modernisasi dan globalisasi telah mengubah pola hidup masyarakat pada umumnya. Tentunya terjadi gesekan-gesekan nilai-nilai budaya dan agama, bahkan pergeseran nilai yang tidak seimbang akan memunculkan fenomena-
fenomena baru dalam kehidupan sosial terutama pada kehidupan perempuan. Selama ini perempuan telah cukup lama menjadi obyek dari ketidak adilan
gender yang menimbulkan
adanya stereotipe, marginalisasi dan kekerasan pada perempuan.
Laju modernitas yang kian santer dengan kebebasan yang disertai dengan munculnya pasar bebas (kapitalisme), semakin membuat manusia bebas melakukan apa saja secara pragmatis. Lebih jauh muncul pandangan bahwa perempuan saat ini juga mempunyai hak akan adanya kebebasan itu sendiri. Namun kebebasan yang ada, malah membawa perempuan pada sebuah jebakan dimana perempuan semakin terkungkung dengan makna kebebasan itu sendiri. Tanpa sadar ideologi feminisme yang dikembangkan justru sebagai cerminan kepentingan kelas para penguasa yang ingin melanggengkan sistem penindasan dan patriarkhalnya (Soyomukti, 2009:18).
Berikut kebebasan-kebebasan perempuan yang sebenarnya menjadi
belenggu bagi perempuan itu sendiri, yaitu:
1. Kebebasan berpikir yang cenderung materialistik
Berpikir adalah aktifitas manusia yang selalu dilakukan setiap saat. Berpikir juga ditentukan oleh realitas dan fakta yang dihadapi. Modernisasi yang identik dengan kemajuan di segala bidang, merupakan perwujudan kebebasan berpikir manusia, yang memberikan pengaruh luar biasa bagi kehidupan manusia modern terutama bagi perempuan. Sayangnya kebebasan itu lebih banyak bersifat materiil, akibatnya modernisasi yang cenderung materialistik membawa manusia berpikir akan hal-hal keduniawian saja dan akan menjebak perempuan pada kebebasan berpikir secara materialistik pula. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Sigmund Freud dalam bahwa kepercayaan agama akan ditinggalkan oleh orang-orang modern dan mempertahankan hubungan agama dan etika akan membawa kehancuran pada nilai-nilai moral itu sendiri.
2. Kebebasan berkompetisi dalam hal konsumerisme
Kompetisi adalah kata kunci dari kemajuan jaman. Hal ini meliputi kompetisi dalam menghadapi hukum rimba. Ketika satu nilai budaya atau agama berbenturan dan bersaing