Prodi PAI : Urgensi dan Dinamikanya

  • 01:14 WITA
  • Administrator
  • Artikel

A. Dinamika Prodi PAI

Didalam GBPP PAI didalam sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, Pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain mewujudkan kesatuan nasional.[1]

Setelah Indonesia merdeka, BPKNIP (Badan Persiapan Komite Nasional Indonesia Pusat) mengusulkan kepada pemerintah agar memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah. Selain dari itu badan ini juga mengusulkan agar madrasah dan pesantren supaya mendapat perhatian dan bantuan nyata dengan berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah. Pendidikan Islam dalam uraian ini dapat dikemukakan pengertiannya dalam tiga hal. Pertama, sebagai lembaga, kedua, sebagai mata pelajaran, dan ketiga, sebagai value.[2]

Ki Hajar Dewantara dengan membentuk Panitia Penyelidikan Pengajaran pada tanggal 1 Maret 1946. Mengenai pendidikan Islam Panitia itu menegaskan:

1.      Hendaknya pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pelajaran di mulai dari sekolah rakyat kelas IV.

2.      Guru agama disediakan oleh kementerian agama dan dibayar oleh pemerintah

3.      Guru agama harus mempunyai pengetahuan umum dan untuk maksud itu harus ada pendidikan agama

4.      Pesantren dan madrasah dipertinggi mutunya

5.      Pendidikan tersebut diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu

6.       Pengajaran bahasa arab tidak dibutuhkan[3]

a)   Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum

Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) merupakan kelanjutan dari pengajaran yang diterima oleh peserta didik mulai dari Tingkat Dasar, Sekolah Menegah Pertama dan Atas. Namun berbagai persoalan muncul dalam proses pembelajaran PAI. Materi yang diajarkan boleh dikatakan sama secara nasional. Banyaknya materi ajar dan kurang berfariasinya pengajar dalam menyampaikannya, ditambah lagi dengan alokasi waktu yang kurang memadai, menjadikan peserta didik (mahasiswa) kurang bergairah dalam menyerap perkuliahan. Kesan yang sering muncul di kalangan mahasiswa adalah mata kuliah “wajib lulus” ini seakan berubah menjadi “wajib diluluskan” karena kalau tidak lulus akan menjadi hambatan bagi mata kuliah di atasnya. Secara sederhana bisa juga dikatakanbahwa mahasiswa “wajib lulus” dan sang dosen “wajib meluluskan”.

Tentu ini menjadi masalah yang cukup serius. Sepanjang yang saya ketahui, sudah sering dilakukan upaya peningkatan mutu PAI di PTU, baik bagi staf pengajarnya, materi kurikulum dan usulan penambahan jumlah SKSnya. Namun selalu terkendala dilapangan oleh berbagai faktor, misalnya staf pengajar yang belum seragam dalam pendekatan pembelajaran PAI karena perbedaan latar belakang disiplin ilmu masing-masing dalam bidang keagamaan. Materi kurikulum yang ditetapkan secara nasional sering kali membuat staf pengajar tidak mampu melakukan improfisasi sehingga tidak jarang kelas menjadi monoton. Dilihat dari jumlah tatap muka sudah jelas tidak memadai hanya dengan 2 sks. Berbagai upaya dilakukan untukmenambah jam pelajaran PAI, namun jawaban yang sering didengar adalah “sudah begitu banyak beban mata kuliah mahasiswa yang harus diselesaikan, terutama

Melihat perubahan pola pikir mahasiswa dan berkembangnya ilmu pengetahuan, perlu berbagai upaya untuk untuk mengoptimalkan buku IDI (Islam dan Disiplin Ilmu), perlu pengembangan PAI melalui pendekatan ilmu yang ditekuni oleh masing-masing program studi mahasiswa dengan melihat masing-masing sub pokok bahasan melalui disiplin ilmu tertentu sebagai pengayaan PAI di PTU. Untukmahasiswa Politeknik, hal ini dirasakan masih belum memadai dan perlu dikembangkan.

Pendidikan agama merupakan upaya sadar untuk menaati ketentuan Allah sebagai guidance dan dasar para peserta didik agar berpengetahuan keagamaan dan handal dalam menjalankan ketentuan-ketentuan Allah secara keseluruhan. Sebagian dari ketentuan-ketentuan Allah itu adalah memahami hukum-hukum-Nya di bumi ini yang disebut dengan ayat-ayat kauniyah. Ayat-ayat kauniyah itu dalam aktualisasinya akan bermakna Sunanatullah (hukum-hukum Tuhan) yang terdapat di alam semesta. Dalam ayat-ayat kauniyah itu terdapat ketentuan Allah yang berlaku sepenuhnya bagi alam semesta dan melahirkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya.

b)   Kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum

Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada lingkungan lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Salah satu mata kuliah dalam lembaga pendidikan di perguruan tinggi, yang sangat berkaitan dengan perkembangan moral dan perilaku adalah Pendidikan Agama. Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah ini merupakan pendamping bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamaisnya sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.[4]

Berdasar dari definisi Pendidikan secara umum, yang dimaksud dengan pendidikan agama di sini adalah sebagai suatu program studi yang menanamkan nilai-nilai agama melaui proses pembelajaran, dikemas dalam bentuk matapelajaran atau matakuliah, yang diberi nama Pendidikan Agama Sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, pendidikan agama memiliki kurikulum yang dirancang sesuai dengan sistem pendidikan yang berlaku di satu tempat. Dalam struktur kurikulum nasional pendidikan tinggi, matakuliah pendidikan agama Islam merupakan mata kuliah wajib diikuti oleh semua mahasiswa yang beragama Islam di seluruh perguruan tinggi umum, disetiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri maupun di swasta. Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah memandang penting pendidikan agama diajarkan di perguruan tinggi umum.

Misi utamanya adalah membina kepribadian mahasiswa secara utuh dengan harapan bahwa mahasiswa kelak akan menjadi ilmuwan yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., mampu mengabdikan ilmunya untuk kesejahteraan umat manusia. Untuk memperlancar pelaksanaan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) yang mendidik dan dialogis serta efektif, efisien, dan menarik dalam rangka meningkatkan keprofesionalan pendidik, serta sebagai panduan bagi pendidik dalam mengembangkan substansi kajian yang lebih kontekstual, mutakhir, dan diminati, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menetapkan rambu-rambu pelaksanaan kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) melalui surat Keputusan Nomor : 38/DIKTI/Kep/2002 dan diantara mata kuliah yang termasuk MPK adalah matakuliah PAI. Pada prinsipnya rambu-rambu tersebut merupakan standarisasi PAI di PTU. Rambu-rambu tersebut dikembangkan lebih lanjut melalui keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor :43/DIKTI/Kep/2006, dan selanjutnya dikembangkan lebih lanjut oleh Tim Pengembangan PAI di DIKTI, yaitu dengan disusunnya acuan Pembelajaran MPK PAI Tahun 2007.

c)    Pengembangan sistem Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum

Rekonstruksi Kurikulum PAI di Perguruan Tinggi Umum Pasca pemerintahan Orde Baru, Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) memperoleh landasan yang kokoh sejak dikeluarkan Tap. MPRS No. II Tahun 1960 dan UU. Perguruan Tinggi No.Tahun 1961, yang mewajibkan pengajaran mata kuliah agama di perguruan tinggi negeri. Dengan ketetapan tersebut, eksistensi PAI sebagai sarana pembentukan kepribadian mahasiswa semakin kuat.

Sebagai bagian dari kurikulum inti perguruan tinggi, mata kuliah PAI tentu tidak lepas dari kontrol Pemerintah. Kurikulum PAI, dengan demikian, tidak bisa lepas dari kepentingan politik yang sedang berkembang pada saat mana kurikulum itu diberlakukan. Sehingga, perbedaan orientasi, visi dan misi sebuah rezim pemerintahan, akan berimplikasi pada muatan kurikulum PAI itu sendiri. Pada masa Orde Baru, PAI di Perguruan Tinggi Umum berorientasi murni pada konsep-konsep dasar ajaran Islam normatif. Domain pembahasannya meliputi tiga pilar utama ajaran Islam, yakni akidah, syariah, dan akhlak. Inilah yang dijabarkan dalam kurikulum PAI di PTU.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa hingga tahun 2002 muatan kurikulum PAI di Perguruan Tinggi Umum masih meneruskan materi yang telah diterapkan pada masa Orde Baru, meskipun mata kuliah ini telah dimasukkan sebagai salah satu kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Namun, sejak tahun 2002, muatan kurikulum PAI di Perguruan Tinggi Umum mengalami perubahan yang cukup drastis. [5]

A.  Urgensi Prodi PAI

Pada hakikatnya di dalam kehidupan, semuanya mengandung unsur pendidikan karena adanya interaksi dengan lingkungan dan hal yang penting adalah bagaiamana peserta didik menyesuaikan diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan semua itu dan dengan siapapun.[6]

Pendidikan agama Islam merupakan pendidikan yang sangat penting bagi semua manusia. Pendidikan agama Islam dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan tentang ajaran-ajaran Islam agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadilkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangaan hidupnya.

Pendidikan agama sebagai salah satu aspek dasar daripada pendidikan nasional Indonesia yang harus mampu mamberikan makna dari hakikat pembangunan nasional. Dengan demikian strategi pendidikan agama disemua lingkungan pendidikan tidak saja bertugas memotivasi kehidupan, malainkan mampu menginternalisasikannya nilai-nilai dasar yang bersifat absolut dari Tuhan ke dalam pribadi manusia sehingga menjadi sosok pribadi yang utuh dan mampu menjadi filter dan selektor sekaligus penangkal tehadap segala dampak negatif dari dalam proses maupun dari luar proses pembangunan nasional.[7]

Pendidikan Agama Islam juga memiliki banyak fungsi diantaranya:

1.      Sebagai penanaman ilmu kepada peserta didik, agar mereka tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

2.      Sebagai pencegah, Pendidikan Agama Islam diajarkan tidak lain berfungsi sebagai pencegah perilaku siswa agar tidak melenceng kedalam hal-hal yang negatif.

3.      Sebagai perbaikan, dengan mempelajari Pendidikan Agama Islam diharapkan nantinya siswa dapat merubah sikapnya dari yang buruk menjadi lebih baik lagi.

4.      Sebagai pengarah, Pendidikan Agama berfungsi sebagai pengarah tingkah laku manusia agar senantiasa berbuat di jalan Allah swt.



[1]Nurhayati Djamas. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.(cet.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009) h.120.

[2]Haidar Putra Dulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009), hal. 159-160.

[3]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990), hal. 12-13.

[4]Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama, (Semarang: Toha Putra,1986), h. 54.

 

[5]Nanang Budianto, Jurnal Pengembangan Sistem Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (Vol 7, Nomor 1: Maret, 2016), h.99-102.

[6]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), h.17.

[7]Muzayyim Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Karsa, 2003), h.140.