Hakikat Demokrasi
Sebelum kita mengetahui hakikat demokrasi,terlebih dahulu kita harus
mengetahui pengertian demokrasi.Demokrasi merupakan hal yang sangat akrab
dengan kehidupan kita sebagai warga negara. Demokrasi adalah sebuah sistem atau
tatanan pemerintahan yang dianut oleh suatu negara tertentu. Pengertian
demokrasi secara garis besar merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana setiap
rakyat memiliki persamaan dan kesetaraan hak untuk mengemukakan pendapat, dan
memilih sebuah pilihan tanpa ada unsur paksaan dari pihak lain.Makna demokrasi
pada dasarnya sangat luas mengingat arti demokrasi sendiri adalah sebuah sistem
pemerintahan yang mengatur tatanan sebuah negara yang menyangkut pemerintah dan
rakyat. Secara tidak langsung demokrasi memiliki makna bahwa sebenarnya
pemerintahan dan kekuasaan tertinggi suatu negara berada di tangan rakyat.
Sistem pemerintahan demokrasi menganut asas yakni pemerintahan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat.Hakikat demokrasi adalah sebuah sistem bermasyarakat
dengan menekankan kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hal ini
mencakup berbagai aspek didalam pemerintahan. Seperti contoh pemilihan pemimpin
negara atau presiden akan dipilih secara demokratis yakni rakyat dapat memilih
calon presiden tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Istilah “Demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, Demos yang berarti rakyat, dan Kratos yang berarti pemerintahan. Dengan demikian, yang dimaksud dengan Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan Negara.sistem pemerintahan Demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Tetapi, rakyat tidak melaksanakan kedaulatannya secara langsung. Rakyat akan mewakilkannya kepada wakil-wakil rakyat. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih Presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Pemilihan Presiden / anggota-anggota parlemen secara langsung belum menjamin bahwa negara tersebut adalah negara Demokrasi. Karena hal itu hanya sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walaupun perannya dalam sistem Demokrasi tidak besar, pemilihan umum sering disebut ”Pesta Demokrasi”. Ini adalah salah satu akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Dengan pengertian seperti itu, Demokrasi yang dipraktikkan adalah Demokrasi Perwakilan
Salah satu pilar Demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi tiga kekuasaan politik negara (Eksekutif, Yudikatif, dan Legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis Lembaga Negara yang saling lepas dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis Lembaga Negara ini diperlukan agar ketiga Lembaga Negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol.
Ketiga jenis Lembaga Negara tersebut adalah Lembaga-Lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan Eksekutif, Lembaga-Lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan Yudikatif, dan Lembaga-Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan Legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan Legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum Legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Sementara menurut para ahil.pengertian demokrasi adalah sebagai berikut:
1.Joseph A. Schmeter: demokrasi
adalah sebuah perencanaan institusional guna mencapai suatu keputusan politik
dimana setiap individu memiliki kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan yang
kompetitif.
2.Sidney
Hook: demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan dimana keputusan penting
pemerintahan baik secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada suatu
kesepakatan mayoritas yang tercipta dari suara rakyat.
3.Terry L.
Karl dan Philippe C. Schmiter: demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan
dimana pihak pemerintah akan diberikan tanggung jawab atas segala tindakan
mereka di wilayah publik. pemberian tanggung jawab ini didasarkan oleh
keputusan yang dibuat oleh rakyat dengan melakukan pemungutan suara yang
menganut asa kebebasan.
4.Henry B. Mayo: demokrasi adalah suatu sistem yang menunjukan kebijakan umum ditentukan berdasarkan keputusan mayoritas yang diselenggarakan dengan melakukan pemilihan secara selektif, diawasi dan dilakukan oleh rakyat dengan landasan persamaan pandangan atau politik tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Dari pegertian dan makna demokrasi di atas dapat diterik kesimpulan bahwa hakikat demokrasi dapat dikatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Pemerintahan dari rakyat memiliki arti bahwa sebuah sistem pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Diakui dan sah memiliki arti bahwa tanggung jawab pemerintahan diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintah yang tidak diakui adalah pemerintah yang tidak mendapatkan dukungan dan persetujuan dari rakyat. Rakyat memegang kendali penuh atas pemilihan pemerintahan berdasarkan persamaan pandangan dan politik tanpa ada unsur paksaan.Pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa pemerintah menjalankan kekuasaannya bukan atas dorongan atau tujuan pribadinya melainkan didasari oleh keinginan rakyat. Segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah akan dikaji, dinilai dan diawasi oleh rakyat baik secara langsung maupun melalui lembaga rakyat (DPR, MPR). Maka dari itu pemerintah harus tunduk pada pengawasan rakyat.Pemerintahan untuk rakyat memiliki arti bahwa segala kuasa yang dilimpahkan kepada pemerintah dibuat untuk kepentingan rakyat. Maka dari itu kepentingan rakyat sudah seharusnya didahulukan sebelum kepentingan pemerintah.
Demokrasi
mengandung nilai-nilai moral. Jadi dalam penerapannya, Demokrasi harus
dilandasi dengan nilai-nilai Demokrasi.
Nilai-nilai
Demokrasi tersebut antara lain :
1.
Menyelesaikan perselisihan dengan
cara damai
2.
Menjamin terselenggaranya perubahan
secara damai dalam suatumasyarakat yang sedang berubah,seperti:
1.
Menyelenggarakan pergantian pemimpin
secara teratur dan jujur
2.
Membatasi pemakaian kekerasan sampai
seminimal mungkin
3.
Mengakui serta menganggap wajar
adanya keaneka-ragaman
4.
Menjamin tetap tegaknya keadilan.
Dalam
pengembangan dan membudayakan kehidupan Demokrasi perlu prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1.
Pemerintahan yang berdasarkan
konstitusi
2.
Pemilu yang bebas, jujur, dan adil
3.
Dijaminnya HAM
4.
Persamaan kedudukan didepan hukum
5.
Peradilan yang bebas dan tidak
memikat
6.
Kebebasan berserikat / berorganisasi
dan mengeluarkan pendapat
7. Kebebasan pers / media massa
Gagasan tentang Demokrasi sebenarnya sudah muncul
sejak sekitar abad 5 SM, yakni pada masa Yunani Kuno. Pada waktu itu Demokrasi
dilakukan secara langsung karena negara-negara Yunani pada masa itu wilayahnya
sangat sempit dan penduduknya sedikit. Pada waktu itu, rakyat mudah dikumpulkan
dengan tujuan bermusyawarah guna mengambil keputusan tentang kebijakan
pemerintahan. Namun Demokrasi itu tidak berjalan lama karena munculnya konflik
politik dan melemahnya Dewan Kota dalam memimpin polis.Sejak runtuhnya Demokrasi,
bangsa Eropa menerapkan sistem Monarki Absolute hingga abad ke-19.
Kekuasaan mutlak tersebut digunakan oleh raja untuk bertindak sewenang-wenang.
Setelah
tenggelam berabad-abad, muncullah ajaran ”Rule Of Law (Kekuasaan Hukum)”.
Ajaran ini menjelaskan bahwa yang berdaulat dalam suatu negara adalah hukum.
Unsur-unsur
Rule Of Law itu meliputi :
1.
Berlakunya supremasi hukum (hukum
menempati kedudukan tertinggi;
semua orang
tunduk pada hukum)
1.
Perlakuan yang sama didepan hukum
bagi setiap warga negara
2.
Terlindunginya hak-hak manusia oleh
Undang-Undang Dasar serta
keputusan-keputusan pengadilan.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Demokrasi
dipandang sebagai pilihan terbaik oleh hampir semua negara di dunia. Negara
kita Republik Indonesia yang diproklamasikan hampir bersamaan dengan
berakhirnya Perang Dunia II yang menyatakan diri sebagai negara Demokrasi atau
negara yang berkedaulatan rakyat.Demokrasi menempati posisi vital dalam
kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu Negara, umumnya berdasarkan
konsep dan prinsip Trias Politica. Kekuasaan Negara yang diperoleh dari
rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip
semacam Trias Politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di Lembaga Negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari Lembaga Legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap Lembaga Negara bukan hanya harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap Lembaga Negara dan mekanisme ini mampu secara operasional membatasi kekuasaan Lembaga Negara tersebut.
Macam-macam
demokrasi adalah sebagai berikut:
–
Demokrasi dengan sistem Parlementer
Menurut
sistem ini hubungannya sangat erat antara Badan Eksekutif (pemerintah) dan
Badan Legislatif (Badan Perwakilan Rakyat)
–
Demokrasi dengan sistem Pemisahan Kekuasaan
Demokrasi
ini menyatakan tidak ada hubungan antara Eksekutif dan Legislatif. Dalam sistem
ini, Badan Eksekutif dan pemerintah terdiri dari Presiden sebagai kepala
pemerintahan dan dibantu oleh para mentri.
–
Demokrasi dengan sistem Reperendum
Dalam sistem
ini tugas Badan Legislatif selalu berada dalam pengawasan rakyat.
Pengawasan
ini dilaksankan dalam bentuk Reperendum yaitu, pemungutan suara langsung oleh
rakyat tanpa melalui Badan Legislatif. Sistem ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu
:
1.
Reperendum Obligatoire (reperendum yang wajib)
Reperendum
Obligatoire adalah Reperendum yang menentukan berlakunya
suatu
Undang-Undang atau suatu peraturan.
2.
Reperendum Fakultatif (reperendum yang tidak wajib)
Reperendum
Fakultatif adalah Reperendum yang menentukan apakah suatu
Undang-Undang
yang sedang berlaku dapat terus dipergunakan atau tidak atau
perlu ada
tidaknya perubahan-perubahan.
Demokrasi dengan sistem pengawasan oleh rakyat ini
berlaku dalam sistem pemerintahan negara Swiss. Seperti ke 2 sistem sebelumnya
sistem Reperendum-pun memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya rakyat
dilibatkan penuh dalam pembuatan Undang-Undang. Kelemahannya tidak semua rakyat
memiliki pengetahuan yang cukup terhadap Undang-Undang yang baik dan pembuatan
Undang-Undang menjadi lebih lambat
Demokratisasi
Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan maupaun secara cepat kearah demokrasi. Demokratisasi ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan sangat parah (BJ Habibie( 2005). Demokratisai disuatu sistem pemerintahan memerlukan proses yang tidaklah mudah. Pada saat perubahan terjadi, selalu ada orang yang tidak ingin melakukan perubahan terus menerus, atau ada manusia yang tidak mampu menyesuaikan diri.Dalam kontes demokratisasi, peran individu yang mampu menerima perubahan itu sangat penting. Untuk itulah, individu harus punya tanggung jawab. Apalagi globalisasi yang terus mendorong perubahan yagn tidak bisa ditahan oleh Negara manapun.Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dari dalam Negara sendiri, karna warga negaranya melihat system politik yang lebih baik, seperti yang berjalan dinegara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai oleh Negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh internasional dating sebagai sebuah inpirasi yang kuat bagi warga Negara didalam Negara itu.Sebuah Negara yang sedang menjalani demokratisasi sangat mudah dipengaruhi oleh factor – factor eksternal.
Faktor yang memengaruhi atau
membatasi demokratisasi masih diperdebatkan. Banyak hal, termasuk ekonomi,
budaya, dan sejarah, yang dianggap memengaruhi demokratisasi. Faktor-faktor
yang paling umum adalah:
1.Kekayaan
- PDB/kapita yang lebih tinggi berkaitan dengan demokrasi. Meski beberapa pihak mengklaim bahwa negara demokrasi terkaya tidak pernah jatuh ke autoritarianisme, bangkitnya Hitler dan Nazi di Jerman Weimar merupakan contoh pembantah yang menjadikan klaim tersebut sekadar truisme belaka.[1] Ada pula pandangan umum bahwa demokrasi sangat jarang sebelum Revolusi Industri. Penelitian empiris mendorong banyak orang percaya bahwa pembangunan ekonomi meningkatkan kemungkinan transisi ke demokrasi (teori modernisasi) atau menguatkan negara demokrasi yang sudah ada.[1] Sebuah penelitian menemukan bahwa pembangunan ekonomi mendorong demokratisasi dalam jangka menengah saja (10-20 tahun). Hal ini dikarenakan pembangunan dapat memperkuat pemimpin petahana, tetapi menyulitkannya mewariskan negara kepada putranya atau orang kepercayannya setelah masa jabatannya berakhir.[2] Namun demikian, perdebatan tentang apakah demokrasi merupakan akibat dari kekayaan, pencipta kekayaan, atau keduanya tidak berhubungan, masih belum dapat disimpulkan.[3]
2.Kesetaraan sosial
Daron Acemoglu
dan James
A. Robinson berpendapat bahwa
hubungan antara kesetaraan sosial dan transisi demokrasi agak rumit. Rakyat
tidak memiliki insentif yang cukup untuk memberontak melawan masyarakat
egaliter (contohnya Singapura), jadi kemungkinan demokratisasi semakin rendah. Di
masyarakat yang senjang (contohnya Afrika Selatan
era Apartheid),
redistribusi kekayaan dan kekuasaan di dalam demokrasi akan merugikan kaum elit
sehingga mereka berupaya mencegah demokratisasi
Demokratisasi lebih mungkin muncul di tengah-tengah,
di negara yang kaum elitnya menawarkan konsesi karena (1) mereka menganggap
ancaman revolusi bisa terwujud dan (2) biaya konsesi tidak terlalu tinggi.[4]
Perkiraan ini sesuai ddengan penelitian empiris yang menunjukkan bahwa
demokrasi lebih stabil di negara-negara yang masyarakatnya egaliter (setara).[1]
3.Budaya
Sejumlah pihak mengklaim bahwa beberapa kebudayaan tertentu lebih mudah menerima nilai demokrasi ketimbang kebudayaan lainnya. Pandangan ini mungkin etnosentris. Biasanya budaya Barat yang dinilai "lebih layak" menikmati demokrasi, sedangkan kebudayaan lainnya dinilai memiliki nilai-nilai yang membuat demokrasi sulit terwujud atau tak diinginkan. Pendapat ini kadang dipakai oleh rezim-rezim non-demokrasi untuk membenarkan kegagalannya menerapkan reformasi demokratis. Di era modern, ada banyak negara demokrasi non-Barat, misalnya India, Jepang, Indonesia, Namibia, Botswana, Taiwan, dan Korea Selatan
4.Intervensi asing
Negara-negara
demokrasi umumnya pernah mengalami intervensi militer, contohnya Jepang dan
Jerman pasca-Perang Dunia II.[5][6]
Pada kasus lain, dekolonisasi kadang mendorong terbentuknya dmeokrasi yang
digantikan oleh rezim otoriter. Di Amerika Serikat Selatan setelah Perang
Saudara, mantan budak tidak mendapat hak
pilih menurut hukum Jim Crow setelah Era Rekonstruksi Amerika Serikat; setelah sekian puluh tahun, demokrasi di Amerika
Serikat dirombak oleh organisasi sipil (gerakan hak sipil Afrika-Amerika) dan militer (militer Amerika Serikat).
Pengaruh internasional dari sebuah proses
demokratisasi bisa terjadi dalam beberapa bentuk, seperti : contagion, control
dan conditionality.Contagion terjadi ketika demokratisasi disebuah Negara
mendorong gelombang demokratisasi dinegara lain. Proses demokratisasi di Negara
– Negara eropa timur setelah perang dingin usai dan juga gelombang
demokratisasi di negara – Negara amerika latin pada tahun 1970 an menajdi contoh
signifikan. Mekanisme control terjadi ketika sebuah pihak diluar Negara
berusaha menerapkan demokrasi dinegara tersebut. Misalnya Doktrin Truman 1947
mengharuskan yunani untuk memenuhi beberapa kondisi untuk mendapatkan status
sebagai “Negara demokrasi” dan karenanya berhak menerima bantuan anti komunisme
dari amerika serikat.Conditionality yaitu tindakan yang dilakukan organisasi
internasional yang memberi kondisi – kondisi tertentu yang harus dipenuhi
Negara penerima bantuan.
Awal
mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial pada
tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa perkembangan penting:
Pertama, mulai terbuka terhadap arus informasi politik di tingkat
global. Kedua, “migrasi” para para aktifis politik berhaluan radikal Belanda,
umumnya mereka adalah para buangan politik, ke Hindia Belanda.
Di wilayah yang baru ini mereka banyak memperkenalkan
ide-ide dan gagasan politik modern kepada para pemuda bumiputera. Dapat dicatat
disini para “migran politik’ tersebut antara lain; Bergsma, Baars, Sneevliet,
dan beberapa yang lain. Ketiga, transformasi pendidikan di kalangan masyarakat
pribumi.Di Indonesia, fenomena demokrasi dapat ditemui dalam sejarah
perkembangan politik pasca kolonial. Fokus demokrasi pada masa demokrasi
parlementer (1955-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965) bentukkan Presiden
Soekarno, demokrasi Pancasila masa Orde Baru, dan karakteristik demokrasi
setelah berakhirnya kekuasaan otoritarian(periode transisi dan konsolidasi
demokrasi 1998-2007). Momentum historis perkembangan demokrasi setelah
kemerdekaan di tandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang
ditandatangani oleh Hatta. Dalam maklumat ini dinyatakan perlunya berdirinya
partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, serta rencana pemerintah
menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946. Maklumat Hatta berdampak sangat
luas, melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya dan mendorong
terus lahirnya partai-partai politik baru.Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo
berhasil menyelesaikan regulasi pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1953
Pemilu. Pemilu multipartai secara nasional disepakati dilaksanakan pada 29
September 1955 (untuk pemilhan parlemen) dan 15 Desember 1955 (untuk pemilihan
anggota konstituante).
Fragmentasi politik yang kuat berdampak kepada ketidakefektifan kinerja parlemen hasil pemilu 1955 dan pemerintahan yang dibentuknya. Parlemen baru ini tidak mampu memberikan terobosan bagi pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil, tetapi justru mengulangi kembali fenomena politik sebelumnya, yakni “gonta ganti”pemerintahan dalam waktu yang relatif pendek.Ketidakefektifan kinerja parlemen memperkencang serangan-serangan yang mendelegitimasi parlemen dan partai-partai politik pada umumnya.
Banyak kritikan dan kecaman muncul, bahkan tidak hanya dilontarkan tokoh-tokoh “anti demokrasi”. Hatta dan Syahrir menuduh para politisi dan pimpinan partai-partai politik sebagai orang yang memperjuangkan kepentingannya sendiri dan keuntungan kelompoknya, bukan mengedepankan kepentingan rakyat. Namun begitu, mereka tidak menjadikan demokrasi parlementer sebagai biang keladi kebobrokan dan kemandegan politik. Hal ini berbeda dengan Soekarno yang menempatkan demokrasi parlementer atau demokrasi liberal sebagai sasaran tembak. Soekarno lebih mengkritik pada sistemnya. Kebobrokan demokrasi liberal yang sedang diterapkan, dalam penilaian Soekarno, merupakan penyebab utama kekisruhan politik. Maka, yang paling mendesak untuk keluar dari krisis politik tersebut adalah “mengubur” demokrasi liberal yang dalam pandangannya tidak cocok untuk dipraktikkan di Indonesia. Akhirnya, Soekarno menyatakan demokrasi parlementer tidak dapat digunakan untuk revolusi, “parliamentary democracy is not good for revolution”. Demokrasi Diktatorial (dibawah Soekarno dan Soeharto) Dalam amanatnya kepada sidang pleno Konstitante di Bandung 22 April 1959, Soekarno dengan lugas menyerang konstituante, praktik demokrasi liberal, dan menawarkan kembali konsepsinya tentang demokrasi Indonesia yang disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy) .Demokrasi Terpimpin Soekarno kemudian runtuh setelah terjadinya peristiwa perebutan kekuasaan yang melibatkjan unsur komunis (PKI) dan angkatan bersenjata, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Perebutan kekuasaan ini mengakibatkan hancurnya kekuasaan PKI serta secara bertahap berakhirnya kekuasaan Orde Lama Soekarno. Muncul kekuasaan baru dibawah militer dibawah Letjen.
Soeharto yang menyatakan diri sebagai “Orde Baru”.
onsepsi demokrasi Soeharto, rencana praksis politiknya, awalnya tidak cukup
jelas. Ia lebih sering mengemukakan gagasan demokrasinya, yang kemudian
disebutnya sebagai Demokrasi Pancasila, dalam konsep yang sangat abstrak. Pada
dasarnya, konsep dasar Demokrasi Pa