Penilaian
merupakan bagian integral dalam pembelajaran. Banyak istilah yang sering
digunakan dalam hubungannya dengan penilaian, yakni pengukuran, evaluasi, tes,
dan penilaian itu sendiri. Namun, secara teknis istilah-istilah tersebut
bermuara pada hakikat yang berbeda-beda. Pengukuran merupakan istilah generik
yang merujuk pada penentuan sistematis tentang hasil atau karakteristik sesuatu
dengan menggunakan beberapa jenis perangkat penilaian. Pengukuran adalah proses
sistematis untuk memperoleh derajat sesuatu yang diukur yang mana sifat atau
atribut hadir dalam individu atau objek.[1]
Dengan kata
lain, pengukuran adalah tugas sistematis tentang nilai-nilai numerik atau angka
untuk suatu sifat atau atribut pada orang atau objek. Misalnya mengukur tinggi
dari suatu gedung, panjang dan lebar dari suatu kelas, dan sebagainya. Dalam
pendidikan nilai numerik kecerdasan, bakat, atau kemampuan dan prestasi dapat
diukur dan diperoleh dengan menggunakan instrumen seperti tes-tes standar. Hal
ini berarti bahwa nilai-nilai atribut dijabarkan ke angka melalui kegiatan
pengukuran. Jadi, pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas. Pengukuran adalah proses mengukur
sejauh mana seseorang atau sesuatu memiliki karakteristik, kualitas, atau ciri
tertentu.
Secara umum
evaluasi merupakan proses menentukan kelayakan atau nilai dari suatu melalui
kajian dan penilaian secara cermat.[2]Evaluasi yang terfokus pada
hasil mencakup pengukuran dan penilaian dampak dari suatu proyek berdasarkan
kriteria khusus, seperti:
-
Efektivitas: tingkat
ketercapaian tujuan yang dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil yang
diperoleh dengan hasil yang ditargetkan.
-
Relevan: hubungan antara
penetapan tujuan dan terpenuhinya suatu kebutuhan.
-
Efisiensi: hubungan antara
kuantitas dan kualitas pelayanan dan jasa pendidikan yang disediakan dan alat
yang digunakan untuk memperolehnya.
Jadi, evaluasi
bertujuan untuk menentukan kualitas dari suatu kinerja saat ini, dan dapat
dijadikan untuk mengambil suatu keputusan dalam menerima atau menolak sesuatu.
Misalnya dalam penentuan kenaikan kelas.
Selanjutnya,
yang dimaksud dengan tes (test)adalah pertanyaan atau seperangkat tugas
yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang ciri atau atribut
pendidikan atau psikologis, yang setiap butir pertanyaan atau tugas mempunyai
jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Gallagher dalam
Asia university menjelaskan, bahwa tes adalah serangkaian pertanyaan atau tugas
yang dirancang untuk memperoleh perilaku tertentu dari orang yang diuji. Namun,
kata tes menyiratkan adanya instrumen kertas dan pensil yang diberikan di bawah
kondisi yang ditentukan sebelumnya yang diberikan untuk seluruh siswa.[3]
Indiana University memberi definisi tentang penilaian sebagai berikut: penilaian adalah proses mengumpulkan dan mendiskusikan informasi dari berbagai sumber dalam rangka untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai apa yang siswa tahu, mengerti, dan dapat melakukan dengan pengetahuan mereka sebagai hasil dari pengalaman pendidikan mereka; proses mencapai titik puncak ketika hasil penilaian digunakan untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, penilaian adalah proses pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif dengan maksud untuk memperbaiki kinerja yang akan datang
Prinsip-Prinsip Penilaian
Beberapa
prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan penilaian yakni keandalan (realibility),
kesahihan (validity), dan kewajaran (fairness).
1.
Keandalan
Suatu penilaian dianggap dapat
diandalkan ketika hasil yang sama terjadi terlepas kapan dan siapa yang
melakukan penilaian. Harus ada bukti kuat untuk menunjukkan bahwa terdapat
hasil yang konsisten setelah dilakukan pengukuran berkali-kali. Ncrel (2012: 1)
mengatakan bahwa keandalan didefinisikan sebagai suatu indikasi adanya
konsistensi skor setelah penilai melakukannya beberapa kali. McMillan (2008:
35) juga menulis bahwa keandalan berhubungan dengan konsistensi skor yang
diperoleh dari penilaian).
Kedua definisi tersebut menekankan pada
konsistensi skor, bukan tes atau instrumen. Hal ini penting karena keandalan
seperti halnya juga validitas merupakan penilaian tentang skor yang diperoleh
dari suatu contoh khusus di mana peserta didik diharapkan merespons pertanyaan.[4]
Keandalan sangat ditentukan oleh
estimasi jumlah kesalahan yang mengikuti skor yang diperoleh. Artinya, jika
margin kesalahannya kecil, maka keandalannya tinggi. Sebaliknya, jika margin
kesalahannya besar, maka tingkat realibilitasnya rendah.
2.
Validitas
Selain keandalan, prinsip lain yang
berkaitan dengan penilaian adalah validitas atau kesahihan. Asiaeuniversity
(2012: 258) menjelaskan, bahwa validitas merujuk pada akurasi dari suatu
penilaiana; apakah alat penilaian mengukur apa yang seharusnya diukur atau
tidak. Ncrel (2012: 1) juga mengatakan bahwa validitas didefinisikan sebagai
suatu indikasi tentang bagaimana suatu penilaian betul-betul mengukur apa yang
seharusnya diukur. Selain itu, McMillan (2008: 19) memberi definisi sebagai
evaluasi keseluruhan yang diharapkan, penggunaan, dan konsekuensi dari skor
yang diperoleh.
Berdasarkan tiga definisi yang
diberikan di atas, terdapat tiga aspek penilaian yang perlu dievaluasi
validitasnya, yakni akurasi alat penilaian, pengukuran pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang berwujud kinerja, dan konsekuensinya pada skor.
3.
Kewajaran
Kewajaran
yang dimaksud di sini adalah penilaian yang tidak bias, tidak berat
sebelah, atau tidak adil. Suatu penilaian seharusnya bebas dari bias gender,
ras, status ekonomi atau karakteristik lain yang dapat memengaruhi kinerja yang
diukur. Jika beberapa peserta didik mengambil keuntungan karena ada faktor yang
tidak relevan dengan apa yang diukur, maka penilaian itu tidak adil. Jadi,
kewajaran atau keadilan di sini berarti bahwa penilaian seharusnya mendukung
dan membolehkan semua peserta didik, baik dari segi gender maupun dari semua
latar belakang yang berbeda-beda untuk melakukan sesuatu yang sama. Semua
peserta didik (siswa, mahasiswa, atau peserta didik) seharusnya mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang
diukur atau dinilai.
Penilaian
Autentik
Salah
satu keunggulan Kurikulum 2013 adalah penggunaan penilaian autentik untuk
menilai keberhasilan peserta didik yang bukan saja dilihat dari kemampuan
menjawab soal-soal secara tertulis, melainkan juga dapat menunjukkan kinerja
yang baik, melakukan pekerjaan secara maksimal melalui tugas proyek dan
portofolio, serta penilaian sikap.[5]
Penilaian
autentik adalah suatu bentuk penilaian di mana peserta didik melakukan
tugas-tugas berdasarkan dunia nyata yang mendemonstrasikan penerapan
pengetahuan dan keterampilan yang berguna (Mueller, 2005). Istilah penilaian
autentik menggambarkan berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan peserta
didik belajar, pencapaian hasil, motivasi dan sikap dalam kegiatan belajar di
dalam ruang kelas (Indiana Departement of Education, O’Malley dan Pierce,
2014). Beberapa definisi penilaian autentik dapat dijabarkan di bawah ini:
1.
Penilaian autentik sebagai
sinonim dari penilaian kinerja (Hart, 1994; Torrance, 1995).
2.
Penilaian autentik memberi
penekanan khusus pada nilai tugas dan konteks secara realistik (Herrington
& Herrington, 1998).
3.
Penilaian autentik adalah suatu
penilaian yang membutuhkan peserta didik untuk menggunakan kompetensi yang sama
atau kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang mereka butuhkan
untuk diterapkan dalam situasi normal pada kehidupan profesional (Gulikers,
Bastioens, dan Kirschner, 2010: 69).
4.
Penilaian autentik adalah
penilaian yang terjadi terus-menerus dalam konteks lingkungan belajar yang
bermakna dan mencerminkan pengalaman belajar aktual dan bermanfaat yang dapat
didokumentasikan melalui observasi, catatan anekdot, jurnal, log, sampel kerja,
konferensi, portofolio, menulis, diskusi, percobaan, presentasi, pemeran,
proyek, dan metode lainnya (Winograd and Perkins, 2014: 2)
Berdasarkan beberapa definisi
yang diberikan di atas, yang dimaksud dengan penilaian autentik adalah suatu
bentuk penilaian terhadap proses dan hasil belajar yang merefleksikan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui tugas-tugas aktual dan kontekstual
berdasarkan kriteria yang diterapkan. [6]
Pertama, berorientasi
proses dan hasil, artinya penilaian autentik tidak saja berorientasi proses
dalam melakukan tugas tertentu, tetapi juga menilai hasil. Kedua,
refleksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan maksudnya aspek yang dinilai
bukan hanya dominan kognisi, melainkan juga dominan afeksi dan psikomotorik. Ketiga,
tugas-tugas merujuk pada suatu bentuk pekerjaan yang menggabungkan antara
konten dengan pengalaman riil di lapangan. Keempat, penilaian yang
aktual dan kontekstual artinya suatu bentuk penilaian yang tetap mengacu pada
tes acuan patokan yang diangkat dari proses belajar yang actual dan
kontekstual. Kelima, kriteria atau standar penilaian mencakup kualitas
atau kriteria ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah
selesai mengikuti pembelajaran.
Penilaian autentik dipandang
sangat penting karena beberapa alasan sebagai berikut:
1.
Memiliki relevansi kuat dengan
pendekatan ilmiah (scientific approach), pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning), proyek (project based
learning), penemuan (discovery learning), dan tematik
terpadu.
2.
Menggambarkan peningkatan hasil
belajar melalui tahapan kegiatan seperti mengobservasi, menalar, mencoba,
membangun jejaring, dan komunikasi dalam pendekatan ilmiah.
3.
Mencakup tugas-tugas kompleks
dan kontekstual.
4.
Memberi kesempatan kepada guru
untuk mengembangkan instrumen penilaian sendiri, melalui im, atau antara guru
dengan peserta didik.
5.
Melibatkan peserta didik untuk
menilai dan mengukur perkembangan kemampuan, sikap, dan keterampilan mereka
sendiri.
6.
Memadukan kontruksi pengetahuan,
pengembangan keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh peserta didik.
Instrumen
Penilaian
Instrumen penilaian (assessment
instrumen) atau disebut pula alat penilaian (assessment tools)
adalah materi yang digunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan
metode penilaian yang dipilih. Instrumen penilaian dapat didukung oleh profil
kinerja yang dapat diterima dan aturan atau petunjuk membuat informasi atau
petunjuk yang diberikan oleh asesor. Sedangkan prosedur adalah informasi atau
petunjuk yang diberikan kepada calon dan asesor tentang bagaimana penilaian
dilakukan dan direkam.[7]
Hayat dkk. (2008) menguraikan
instrumen penilaian berbasis kelas yang mencakup tes tertulis, penilaian
kinerja, hasil kerja siswa, projek, penilaian diri, sikap, dan penilaian
portofolio. Beberapa jenis penilaian dijelaskan secara umum di bawah ini.
1.
Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes
dimana soal dan jawaban dalam bentuk bahan tulisan. Secara garis besar tes
tertulis dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
a. Tes
objektif, mencakup pilihan ganda, bentuk soal dengan dua pilihan jawaban yang
benar, menjodohkan isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek
b. Non-objektif
seperti soal uraian.
2.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (perfomance
assessment) digunakan untuk menilai pemikiran tingkat tinggi dan akuisisi
pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang dibutuhkan bagi pelajar. Penilaian
kinerja yang dirancang dengan baik dapat menarik perhatian pembelajar karena
nampaknya lebih berterima dan masuk akal, dimana pembelajar lebih suka
berpartisipasi dalam kegiatan seperti merancang dan membangun model,
mengembangkan, melakukan, dan melaporkan hasil survei, melakukan percobaan-percobaan
ilmiah, atau menulis surat-surat sederhana untuk editor koran dari pada
mengambil tes dengan menggunakan kertas dan pensil.
Kebanyak tes standar belum
diarahkan untuk meniali pertumbuhan dan perkembangan individual pembelajar yang
terjadi di dalam ruang kelas. Tetapi penilaian kinerja sering dilakukan untuk
tugas-tugas tertentu. Misalnya pelaksanaan presentasi kelompok dll.
3. Penilain
Hasil Kerja
Penilaian hasil kerja adalah
penilaian terhadap kualitas hasil karya pembelajar dan proses dalam
menghasilkan karya (Hendriastuti, 2008). Penilaian hasil kerja dapat difokuskan
hanya pada domain psikomotor, kognisi dan afeksi walaupun dengan presentase
yang kecil.
Penilaian hasil kerja
mencakup tahapan awal atau perencanaan, tahapan pelaksanaan dan tahapan hasil
atau produk yang dikembangkan. Masing-masing pada tahapan tersebut perlu
dibuatkan indikator penilaian atau aspek-aspek yang menjadi penilaian sehingga
penilaian yang dilakukan teratur dan
tergambarkan. Kesalahan dalam membuat indikator penilaian sehingga berdampak
pada tingkat penguasaan dan keterampilan yang dimiliki pembelajar.
4.
Penilaian Proyek
Proyek yang dimaksud disini
adalah tugas yang diembankan kepada pembelajar untuk diselesaikan dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian berbasis projek merupakan salah satu bentuk penilaian
dalam pendidikan yang bermaksud untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi pembelajar. Penilaian ini melibatkan berbagai keterampilan sehingga
betul-betul mencerminkan kinerja yang sebenarnya. Kriteria untuk penilaian
berbasis proyek boleh jadi sangat spesifik atau dapat juga di arahkan pada
keterampilan umum.
5. PenilaianSikap
Sikap
adalah evaluasi terhadap objek pikiran. Objek sikap mencakup segala sesuatu
yang ada pikiran seseorang mulai dari hal-hal yang biasa sampai pada yang
abstrak seperti ide atau pandangan (Bohner dan Dickel, 2011). Sikap memiliki
hubungan yang erat dengan perilaku, seperti digambarkan di bawah ini:
Sikap : Perasaan, kepercayaan, dan
kecenderungan berbuat terhadap orang, kelompok, pandangan, atau objek lain.
Perilaku : Respons
atau reaksi seorang individu baik yang ditunjukkan secara gerakan maupun pernyataan verbal dan
pengalaman subjektif (Schafer dan Tait, 1986).
Gagne,
Wager, Goals, dan Keller (2005: 94) membuat definisi formal yang mengatakan
bahwa sikap adalah keadaan internal yang memengaruhi pilihan individu tentang
tindakan pribadi terhadap beberapa objek, orang, atau peristiwa.
Secara
garis besar, penilaian sikap dapat dikelompokkan menjadi dua kategori; penilaian
sikap tentang pembelajaran dan penilaian hasil perubahan sikap. Penilaian sikap
tentang pembelajaran merujuk pada penilaian terhadap reaksi peserta didik
terhadap pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung seperti apa yang mereka suka
dan tidak suka terhadap pembelajaran termasuk saran untuk perbaikan
pembelajaran. Adapun penilaian perubahan sikap mencakup penilaian terhadap
seberapa besar terjadi perubahan sikap peserta didik sebagai akibat langsung
dari program pembelajaran (Morison dkk., 2007).
Objek
penilaian sikap tentang pembelajaran mencakup sikap peserta didik terhadap (1) Mata
pelajaran/mata kuliah, (2) Guru/dosen, (3) Proses pembelajaran, (4) Bahan
pembelajaran. Adapun objek perubahan sikap yang dipengaruhi langsung oleh
pembelajarana berhubungan dengan nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam
setiap aktivitas pembelajaran.[8]
Penilaian
sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni :
Observasi/Catatan
Pribadi
Observasi
adalah kemampuan untuk memerhatikan, mencatat kejadian, atau cara melihat sesuatu,
atau dapat dikatakan pengamatan langsung dengan penuh perhatian dan merekam
secara sistematis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan (Yaumi dan
Damopolii, 2014: 112). Instrumen yang diguakan untuk pengamatan tersebut dapat
berupa angket sederhana, skala rating, format catatan terbuka-tertutup yang
merekam komentar-komentar singkat yang diberikan oleh peserta didik.
Interview/Bertanya
Langsung
Pendidik dapat menanyakan langsung tentang sikap peserta didik terhadap pembelajaran. Pertanyaan yang diajukan dapat dilakukan dengan cara terstruktur, wawancara semi struktur, tidak terstruktur, kelompok focus atau dikenal dengan istilah focus group discussion (FGD), dan wawancara online dengan menggunakan HP, Skype, Video conference di facebook, atau yahoo messenger. Sebaiknya semua pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan peserta didik direkam dengan menggunakan tape-recorderatau peralatan rekaman lain yang memungkinkan dapat merekam suara. Hasil rekaman tersebut kemudian ditranskip dan dideskripsikan.
Angket/Survei
Angket dan survei adalah rangkaian
pertanyaan untuk mengumpulkan informasi dari individu (Yaumi dan Damopolii,
2014). Pertanyaan angket dan survei dapat menggunakan daftar pertanyaan terbuka
dan tertutup tergantung dari jenis informasi yang hendak diperoleh. Jika
memerlukan informasi yang lebih banyak dengan berbagai sudut pandang, pendidik
dapat menggunakan pertanyaan terbuka. Sebaliknya, jika informasi yang hendak
dikumpulkan dibatasi oleh ruang dan waktu, maka cukup menggunakan pertanyaan
tertutup. Kategori pertanyaan dapat diarahkan pada pertanyaan yang memerlukan
dua alternatif jawaban (ya/tidak), tiga jawaban (setuju, tidak berpendapat,
tidak setuju), atau di atas empat atau lima alternatif jawaban (sangat sering,
cukup sering, kadang-kadang, amat sering, tidak pernah). [9]
Sikap Spiritual
dan Sosial
Kata spritual memiliki akar kata spirit
yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang
berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat
manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak (Mitrafm, 2012). Spiritual berarti
pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter
atau dikenal dengan kodrat. Dengan demikian, kecerdasan spiritual berarti
kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai
makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.
Spiritual merujuk pada kemampuan
seseorang untuk mencari, elemen-elemen pengalaman, kesucian, kebermaknaan,
kesadaran yang tinggi dan transendensi, untuk menghasilkan produk yang
bernilai. Artinya suatu kecerdasan yang menempatkan tindakan dan kehidupan
manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni kemampuan untuk mengakses
suatu jalan kehidupan yang bermakna.
Sikap sosial memiliki relevansi dengan kemampuan interpersonal yakni kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang lain. Oleh karena itu, kemampuan interpersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan keinginan orang lain, serta kemampuan memberikan respons secara tepat terhadap suasana hati, temparamen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan demikian sikap sosial mencakup sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dan lain-lain karena berkenaan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.[10]
Penulis: Ahmad Suryadi, Risqy Mutmainnah Amin, Nurul Zakiyah Alim (Mahasiswa PAI UIN Alauddin Makassar)
[1]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 176.
[2]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 177.
[3]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 179.
[4]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 182.
[5]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 185.
[6]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 176.
[7]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 190.
[8]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 206.
[9]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 210.
[10]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip
Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana
2013), h, 214.