Maraknya
berita bohong atau hoaks yang terjadi saat ini cukup memanaskan suhu politik di
negeri ini. Bagaimana tidak, publik sempat dikejutkan dengan kotak suara
berbahan kardus selesai, belum lagi muncul pemberitaan tentang surat suara tujuh
kontainer yang telah tercoblos untuk pasangan nomor urut 01 bapak Joko Widodo
dan K.H Ma’ruf Amin. Beberapa waktu kemudian, ada pemberitahuan bocornya
kisi-kisi debat pertama pilpres yang diselenggarakan 17 januari silam. Dari
beberapa kasus tersebut, seejumlah pihak penyelenggara pemilu banyak dilaporkan
ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena dianggap menyalahi
aturan.
Isu hoaks yang selama ini menyebar
di tengah masyarakat ternyata mampu memberi pengaruh yang signifikan terhadap
integritas dan netralitas penyelenggara pemilu. Selain itu, beberapa isu hoaks
juga berpengaruh kepada masyarakat atau kelompok tertentu sehingga dapat memicu
terjadinya konflik. Gerakan sistematis dan terencana menjelang pemungutan suara
pada tanggal 17 April nanti gencar dilakukan oleh pihakpihak tertentu yang
tidak bertanggung jawab demi mendulang suara peserta pemilu tertentu. Apabila
hal ini terjadi, tentu akan menodai tatanan demokrasi di Indonesia. Data dari
kepolisian menyebutkan bahwa ada ribuan berita hoaks yang beredar di media
sosial setiap harinya. Beberapa pengamat memprediksi isu hoaks akan terjadi
hingga menjelang pemungutan suara april mendatang.
Survei yang dilakukan Polmark
Indonesia menunjukkan bahhwa hoaks mejadi ancaman yang cukup serius karena
hampir 60,8 persen pemilih menyatakan pernah menemukan informasi bohong dan
fitnah yang beredar di media sosial. Kondisi seperti ini tentu akan
dimanfaatkan oleh beberapa pihak tertentu sebagai momentum untuk meraih
kemenangan dan akan semakin melemahkan penyelenggara pemilu. Perbuatan seperti
ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Perlu ada upaya dan tindakan
preventif untuk melawan segala macam arus berita bohong yang ada di media
sosial. Apabila tidak diantisipasi secara cepat dan tepat maka akan berpotensi
terus menyebar luas di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan ujaran
kebencian khususnya hoaks yang ada di media sosial. Publik seakan menjadi tidak
waras akibat produksi berita bohong terus menerus dan berulang-ulang. Sudah
sepatutnya momentum politik ini mampu dilewati dengan penuh kegembiraan oleh
seluruh rakyat Indonesia dalam merayakan pesta demokrasi yang hanya diadakan
selama lima tahun sekali.
Momentum kampanye politik seharusnya
dimanfaatkan sebagai media edukasi bagi masyarakat. Namun mirisnya, yang
terjadi di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mestinya ini menjadi
bahan koreksi dan evaluasi bagi para peserta pemilu, terkhusus kepada seluruh
partai politik tentang bagaimana memanfaatkan kampanye dengan mengedepankan dan
mengutaman kepentingan publik dan lebih edukatif.
Empat
poin penting
Paling
tidak ada empat hal penting yang bisa dilakukan untuk melawan isu hoaks.
Pertama adalah mendorong dan mengajak publik untuk tidak mudah menerima apalagi
menyebarkan berita atau informasi yang tidak jelas sumbernya, dan mengusahakan
untuk bersikap bijak dan kritis dalam menilai sebuah pemberitaan. Kenali situs
dan isi pemberitaaan serta siapa yang menyampaikan. Hati-hati dengan judul yang
provokatif, usahakan jangan hanya membaca judul saja karena terkadang publik
hanya membaca judulnya tanpa membaca secara menyelurus isi berita yang
disampaikan. Jika terindikasi pemberitaan tersebut adalah hoaks, jangan
mencobanya untuk membagikan situs tersebut ke orang lain. Ini bisa membahayakan
semua pihak. Laporkan kepada pihak yang berwenang atau komunitas anti hoaks.
Jika memungkinkan lakukan klarifikasi seluas-luasnya kepada masyarakat bahwa
telah terjadi pemberitaan yang tidak benar.
Kedua, adanya kesadara dari peserta
pemilu. Tim kampanye masing-masing pasangan capres dan cawapres, partai politik
serta calon Dewan Perwakilan Daerah untuk mengupayakan semaksimal mungkin dalam
menciptakan isi pemberitaan yang memiliki nilai edukatif. Contohnya seperti
menampilkan gagasan dan visi misi yang mampu menjawab persoalan rakyat, metode
kampanye yang inovatif di media sosial, adu gagasan yang sehat antar kontestan,
dan Hindarkan hal yang mengarah kepada ujaran kebencian.
Ketiga, peran aparat penegak hukum
juga menjadi hal yang tak kalah pentingnya dalam melawan hoaks, Berikan hukuman
yang setimpal kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (UU ITE). Keempat, penyelenggara
pemilu dalam hal ini adalah KPU dan Bawaslu untuk menjalankan aturan sesuai
dengan perundang-undangan. Terus sosialisasikan kepada masyarakat agar
masyarakat dapat menerima informasi lebih awal sebelum berita hoaks muncul di
permukaan.
Semoga kita semua mampu mewujudkan
bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan secara berkualitas dan
berintegritas baik itu proses maupun hasilnya sehingga menciptakan tataran
demokrasi yang jauh lebih baik, tanpa hoaks dan ujaran kebencian lainnya.