A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai
pendidikan merupakan hal yang penting. Sekalipun para ahli mempunyai pandangan
yang berbeda-beda tentang kurikulum. Ada yang mempunyai pandangan yang sempit
mengartikan kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran. Ada pula yang
berpandangan sangat luas mengartikan kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman
belajar yang disediakan dan menjadi tanggung jawab sekolah.[1]
Secara etimologis, istilah “curriculum” dinyatakan sebagai istilah yang berasal dari bahasa
Latin, yakni curro atau currere dan ula atau ulums yang
berarti “racecourse” (lapangan/
pacuan kuda, jarak tempuh lari, perlombaan, pacuan balapan, peredaran, gerak
berkeliling, lapangan perlombaan, gelanggang, kereta balap, dan lain-lain).[2]
Istilah yang semula dipakai dalam dunia olahraga/atletik
tersebut kemudian diadopsi menjadi istilah yang dipakai dalam dunia pendidikan
dengan istilah “curriculum”. Pemakaian
istilah tersebut sepertinya didasarkan pada persesuaian makna atau hakikat yang
dikandung oleh istilah tersebut, yakni adanya jarak atau proses yang harus ditempuh
untuk mencapai finish/tujuan, baik dalam dunia olahraga maupun dalam proses
pendidikan.
Menurut Tyler, kurikulum adalah semua pengalaman
belajar peserta didik yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk
mencapai tujuan pendidikan. Menurut definisi dari Johnson, kurikulum tidak
menyangkut tentang apa yang akan dilakukan oleh peserta didik dalam situasi
belajar, melainkan berkenaan dengan apa yang akan mereka pelajari sebagai
konsekuensi dari apa yang akan mereka lakukan/kerjakan. Kurikulum berkenaan
dengan hasil yang akan dicapai melalui proses belajar mengajar.[3]
Konsep kurikulum yang berlaku di Indonesia dapat
dilihat dari definisi kurikulum yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional 2003 Pasal 1 ayat 11, yang berbunyi: “Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”.[4]
Definisi di atas menjadi pedoman bagi konsep kurikulum
setiap jenis dan jenjang lembaga pendidikan di Indonesia. Dengan demikian
kurikulum dipandang sebagai rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran yang
berwujud dokumen tertulis dan sekaligus sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran. Perwujudan dari kedudukan dan fungsi kurikulum seperti
itu, di masing-masing jenis dan jenjang lembaga pendidikan, telah dilengkapi dengan
seperangkat kurikulum.[5]
Kurikulum merupakan seperangkat mata
pelajaran atau suatu rencana belajar
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran baik itu pengalaman belajar dan
hasil yang akan dicapai melalui proses pembelajaran yang berwujud dokumen tertulis
dalam sebuah lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
B. Fungsi Kurikulum Bagi Sekolah
Fungsi
kurikulum bagi sekolah dapat dilihat dari dua pihak:
a.
Fungsi kurikulum bagi sekolah
bersangkutan
Bagi
sekolah bersangkutan dimana suatu kurikulum diterapkan, kurikulum tersebut
mempunyai dwifungsi[6],
yakni:
1)
Sebagai alat untuk mencapai
tujuannya
Ada banyak tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, di
antaranya diterangkan dalam QS. Ali-Imran; 3: 137-139.
???? ?????? ???? ??????????
?????? ??????????? ??? ????????? ???????????? ?????? ????? ????????? ????????????????
(???) ???????????? ????????? ??????? ???????????? ???????????????? (???) ?????
????????? ????? ??????????? ?????????? ????????????? ???? ????????
?????????????(???)
Terjemahannya:
“Sungguh, telah berlalu
sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap
penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendus`takan
(rasul-rasul). Inilah (Al-Quran) suatu keterangan yang jelas untuk semua
manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.”[7]
Dari
surah Ali-Imran ayat 137 dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang terdapat
dalam ayat tersebut adalah agar manusia bisa mengambil pelajaran
dari sejarah masa lalu, dari sunnah-sunnah Allah yang berlaku pada manusia
sebelumnya, agar manusia bisa menghadapi masa depan dengan selamat sesuai
dengan aturan Allah Swt.
Pada
ayat 138, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan disini ialah agar manusia
mengetahui jalan hidup yang lurus dan benar, dimana Al-Qur’an lah yang menjadi
pendidik dan menjadi penerang jalan hidup manusia.
Tujuan
pendidikan pada ayat 139, yaitu agar manusia menjadi orang yang benar-benar
beriman kepada Allah, dengan semakin tingginya pendidikan yang manusia dapatkan
diharapkan manusia tersebut semakin kuat imannya kepada Allah Swt. Sehingga
tujuan pendidikan tidak akan tercapai apabila seseorang yang mendapatkan
pendidikan lebih tinggi, bukannya bertambah imannya namun imannya semakin
berkurang, dan orang yang mendapatkan pendidikan tidak akan tercapai tujuannya
apabila nantinya tidak menjadi orang yang dapat mengambil pelajaran dari
sejarah.
2)
Sebagai pedoman untuk
mengukur pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Fungsikurikulum
bagi sekolah bersangkutan, selain sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, juga berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan
peserta didik agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan tersebut.
Fungsi ini
merupakan pedoman mengatur kegiatan sehari-hari di sekolah yang bersangkutan,
seperti: mengatur jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan, mengatur
cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan, serta mengatur
orang-orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
Dengan
adanya kurikulum, guru juga dapat menyusun dan mengorganisir pengalaman
belajar, serta dalam mengevaluasi perkembangan peserta didik. sehingga tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tersebut dapat tercapai.
b.
Fungsi kurikulum bagi
sekolah pada jenjang di atas atau di bawah sekolah bersangkutan.
Adapun
fungsi kurikulum bagi sekolah yang berada pada jenjang di atas dan di bawah
sekolah yang menerapkan suatu kurikulum, misalnya fungsi kurikulum SMP untuk
SMA dan SD, antara lain sebagai berikut:
1)
Sebagai sumber informasi yang
penting untuk penyesuaian kurikulum sekolah yang berada pada jenjang di bawah atau
di atas sekolah bersangkutan. Sekolah yang berada pada jenjang yang lebih
tinggi seperti SMA, memperoleh masukan peserta didik dan jenjang pendidikan di
bawahnya, misalnya SMP dan Madrasah Tsanawiyah. Agar peserta didik dari jenjang
di bawah (SMP dan Madrasah Tsanawiyah) tidak mengalami kesulitan belajar di
SMA, kurikulum SMA perlu upaya penyesuaian dengan kurikulum SMP. Begitu pula
halnya kurikulum SD dan Madrasah Ibtidaiyah perlu penyesuaian dengan kurikulum
SMP, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini prinsip kontinuitas perlu
diterapkan dalam penyusunan kurikulum sekolah-sekolah, dari jenjang yang
terendah ke jenjang yang tertinggi.
2)
Fungsi penyiapan tenaga kerja
Dalam dunia pendidikan maupun dunia kerja pada
umumnya, diperlukan tenaga yang profesional, dalam arti tenaga yang benar-benar
menguasai tugasnya. Tenaga yang demikian tidak dapat diperoleh tanpa
perencanaan berupa pendidikan yang relevan. Untuk penyiapan guru SLTP dan SLTA
misalnya yang dididik di Perguruan Tinggi, para mahasiswa di Perguruan Tinggi
yang dipersiapkan untuk mengajar di SLTP dan SLTA, perlu menguasai kurikulum
SLTP dan SLTA. Dengan kata lain kurikulum pada Perguruan Tinggi harus
disesuaikan dengan kurikulum SLTP dan SLTA. Demikian pula halnya dengan
penyiapan tenaga kerja bagi lapangan kerja lain, seperti siswa sekolah teknik
yang dipersiapkan untuk mampu bekerja pada pabrik-pabrik. Kurikulum sekolah
teknik dimaksud harus disesuaikan dengan syarat-syarat pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang diperlukan oleh pabrik-pabrik yang menerima
lulusannya.[8]
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan
Kurikulum
Sesungguhnya banyak faktor yang mempengaruhi
penyelenggaraan kurikulum. Yang perlu dibahas disini adalah faktor-faktor yang
termasuk pertama harus diberikan perhatian. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:[9]
1. Dukungan guru yang bersangkutan
Guru merupakan pelaksana utama dalam implementasi
kurikulum. Dukungan guru
sangat menentukan suksesnya penyelenggaraan kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru
untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai
suatu alat pendidikan.Dukungan guru yang dimaksud berupa sikap dan tekadnya
untuk menerapkan kurikulum dalam kegiatan pembelajarannya dengan
sebaik-baiknya.
Guru harus mempunyai kemampuan memadai dalam
penyelenggaraan kurikulum. Kemampuan yang dimaksud secara garis besar ada tiga,
yaitu:
a. Kemampuan dalam bentuk pemahaman mengenai esensi dari
tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum.
b. Kemampuan menjabarkan tujuan-tujuan kurikulum menjadi
tujuan-tujuan yang bersifat spesifik dan konkret.
c. Kemampuan menjabarkan tujuan khusus menjadi aktivitas
pembelajaran.[10]
Dalam melaksanakan pengajaran, guru juga
sebaiknya menerapkan metode pengajaran yang benar-benar mendidik, sebagaimana
diterangkan dalam QS. Al-Nahl; 16: 125.
?????? ?????
???????? ??????? ?????????????? ??????????????? ??????????? ?????????????
?????????? ???? ???????? ??? ????? ??????? ???? ???????? ??????
????? ???? ?????????? ?????????????? ?????????????????(???)
Terjemahannya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”[11]
Dalam ayat tersebut terdapat tiga metode mengajar,
yaitu:
a.
Al-hikmah, yaitu
kemampuan guru dalam memilih dan menyelaraskan teknik mengajar dengan kondisi
obyektif peserta didik. Selain itu, al-hikmah
juga merupakan kemampuan guru dalam menjelaskan materi pembelajaran
berdasarkan realitas yang ada dengan argumentasi yang logis dan bahasa yang
komunikatif. Al-hikmah adalah sebuah
sistem yang menyatukan antara kemampuan teoretis dan praktis dalam
pembelajaran. Metode hikmah mewujudkan
suasana kondusif yang memungkinkan terjadinya interaksi edukatif yang menyentuh
peserta didik untuk dapat menerima dan memahami serta mendorong semangat
belajar, melalui terwujudnya komunikasi yang baik antara pendidik dan peserta
didik.
b. Al-mau’idzah
al-hasanah, yaitu kemampuan memberikan pemahaman kepada peserta
didik dengan penjelasan yang masuk ke dalam hati dengan penuh kasih sayang dan
ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan dimana hal itu lebih dapat memberikan
dampak pada peserta didik. Dalam menggunakan metode ini, pendidik harus
memahami etika yang baik dalam memberikan nasihat.
c. Jidal, yaitu metode yang dapat
dilakukan melalui metode diskusi. Melalui metode
ini, peserta didik dapat berdebat argumentasi dari persoalan yang mereka
diskusikan. Pendidik hanya mengarahkan proses perdebatan yang terjadi untuk
menghindari debat kusir.
2. Dukungan Kepala Sekolah
Kepala Sekolah merupakan penanggung jawab tertinggi
pada sekolah yang dipimpinnya. Dukungannya sangat diperlukan, baik berupa penyediaan sarana pendidikan
yang diperlukan, maupun berupa bimbingan dan petunjuk bagi para guru.
3. Dukungan dari teman guru
Dukungan dari rekan sejawat guru juga berperan penting dalam pelaksanaan
kurikulum di sekolah. Dukungan dari
teman guru dapat berupa kerja sama, tukar pikiran dan pengalaman dan saling
memotivasi.
4. Dukungan dari peserta didik
Penyelenggaraan kurikulum dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan belajar mengajar dan yang melakukan kegiatan belajar
adalah para peserta didik. Kurikulum dibuat untuk membelajarkan peserta didik sehingga kesiapan
peserta didik untuk belajar sangat menentukan kesuksesan penyelenggaraan kurikulum.
Allah berfirman dalam
QS. At-Taubah; 9: 122.
?????????? ??????????????? ?????????????????????? ???
??????????????????? ????? ???????? ????????? ??????????
???????????????????? ????????? ????????????????????????? ???????????????
?????????? ??????????? ???????????? (???)
Terjemahannya:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya
pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka
tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya.”[12]
Ayat tersebut memiliki makna bahwa
menuntut ilmu juga penting dibanding keluar kemedan jihad.
Tidak seharusnya mementingkan kepada berjuang semata-mata dan meninggalkan
tuntutan menuntut ilmu pengetahuan. Ini karena golongan yang berilmu
berkewajiban menyampaikan ilmu yang berkaitan dengan hukum dan sebagainya
kepada golongan yang keluar berjihad apabila mereka pulang.
5. Dukungan orang tua peserta didik
Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
sesungguhnya dimaksudkan untuk membantu para orang tua dalam pendidikan
anak-anaknya. Dengan demikian dukungan orang tua dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah sangat mempengaruhi kesuksesan penyelenggaraan kurikulum. Dukungan
orang tua dapat berupa kerja sama, bantuan pengadaan sarana pendidikan dan
perbaikan gedung sekolah yang tentunya sesuai kemampuan para orang tua. Orang tua juga harus senantiasa mendampingi anak belajar di rumah,
sehingga kurikulum yang diterapkan di sekolah mampu terealisasikan dengan
ideal. Orang tua dan guru harus senantiasa bekerja sama untuk mendorong peserta
didik melaksanakan tugasnya sebagai pelajar.
D. Penyelenggaraan Kurikulum di Sekolah
1.
Strategi Pelaksanaan Kurikulum
Komponen strategi pelaksanaan kurikulum memberi
petunjuk bagaimana kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Bagaimanapun baiknya
kurikulum sebagai rencana, tanpa dapat diwujudkan pelaksanaannya tidak akan
membawa hasil yang diharapkan. Ada beberapa unsur dalam strategi pelaksanaan
kurikulum, yakni: tingkat dan jenjang pendidikan, proses belajar mengajar,
bimbingan konseling, administrasi supervisi, sarana kurikuler, dan evaluasi
atau penilaian.
a. Tingkat dan jenjang pendidikan
Tingkat dan jenjang pendidikan sebenarnya tidak
termasuk strategi pelaksanaan kurikulum tetapi lebih dekat kepada sistem
persekolahan. Dalam sistem pendidikan kita dewasa ini, ada tiga kategori
pendidikan formal yakni pendidikan dasar, pendidikan menengah yang terdiri dari
menengah pertama dan atas, dan pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terutama
menengah atas dibedakan ada dua kategori yakni pendidikan menengah umum seperti
SMA dan pendidikan menengah kejuruan seperti SMK.
Adanya perbedaan kategori jenis sekolah tersebut
berarti terdapat pula perbedaan dalam hal komponen kurikulum. Misalnya,
perbedaan dalam hal tujuan institusional, perbedaan isi dan struktur
pendidikan, perbedaan strategi pelaksanaan kurikulum, perbedaan sarana
kurikulum, perbedaan sistem evaluasi, dan lain-lain. Sekolah menengah kejuruan
sifatnya terminal artinya setelah tamat diharapkan langsung bekerja tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal-hal yang sifatnya praktis lebih diutamakan
daripada hal-hal yang bersifat teoretis. Sebaliknya, untuk sekolah menengah
umum seperti SMA tekanan lebih diutamakan untuk melanjutkan studi ke perguruan
tinggi bukan untuk bekerja, sehingga kurikulum lebih bersifat teoretis akademis
daripada praktis teknis.[13]
Sekalipun dalam praktiknya, baik sekolah kejuruan maupun
sekolah umum dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun dari segi
kurikulum dan cara/strategi pelaksanaannya terdapat perbedaan yang cukup
mendasar di antara keduanya. Adanya pemisahan antara sekolah kejuruan yang
berorientasi kepada dunia kerja dengan sekolah umum yang bertujuan meletakkan
dasar bagi pendidikan di perguruan tinggi, melahirkan struktur persekolahan
dwisistem tidak monosistem seperti sekolah komprehensif yang ditemukan di
negara-negara yang telah maju.
Aspek lainnya dalam struktrur persekolahan adalah
adanya sistem kelas atau tingkat dan ada pula sistem tanpa kelas tetapi unit
program. Sistem kelas atau dikenal graded
system, artinya ukuran kemajuan anak ditetapkan melalui kenaikan dari satu
tingkat ke tingkat lain yang lebih tinggi yang lamanya untuk satu tingkat
adalah satu tahun. Sistem ini yang digunakan di sekolah-sekolah kita khususnya
di SD, SLTP, SLTA. Sistem unit program atau tanpa mengenal adanya tingkat/kelas
disebut nongraded system, ukuran
kemajuan peserta didik ditentukan oleh banyaknya program yang telah
dimiliki/ditempuh peserta didik. Contohnya, adalah sistem SKS di perguruan
tinggi. Misalnya untuk program S1 ditetapkan harus mencapai 140 SKS. Mahasiswa
bisa menyelesaikan program sarjananya bisa empat tahun, lima tahun, enam tahun
atau kurang dari empat tahun tergantung pada kemampuannya dalam menyelesaikan
program pendidikan yang jumlahnya sebanyak 140 SKS. Tingkatan tidak
diperhitungkan lagi sebab ukurannya berapa SKS tabungan yang telah dimilikinya.
Dengan sistem ini mahasiswa diberi kesempatan untuk maju atau menyelesaikan
studi sesuai dengan kesanggupannya. Sedangkan dalam graded system semua peserta didik maju sama-sama dan satu tingkat
diselesaikan sama-sama satu tahun.
Pelaksanaan kurikulum dalam kedua sistem tersebut akan
berbeda, baik dari proses belajar mengajar atau sistem pembelajaran, sarana
yang diperlukan, cara penanganan administrasi, penilaian, dan lain-lain.
Kurikulum dapat berbeda-beda untuk masing-masing
sekolah. Pola kurikulum yang longgar atau leluasa sejalan dengan
kebutuhan-kebutuhan kultural, dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang
universal, dimana masing-masing sekolah sampai batas-batas tertentu dapat
mengadakan variasi dalam program pengajarannya disesuaikan seperlunya pada
kebutuhan-kebutuhan unik dari peserta didik dan masyarakat tempat mereka hidup.[14]
b. Proses belajar mengajar
Pelaksanaan kurikulum pada hakikatnya mewujudkan
program pendidikan yang berfungsi mempengaruhi peserta didik menuju tercapainya
tujuan pendidikan. Bagaimanapun baiknya suatu kurikulum tanpa dapat diwujudkan
dan diupayakan mempengaruhi pribadi peserta didik, maka nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya akan sia-sia. Salah satu wujud nyata dari pelaksanaan
kurikulum adalah proses belajar mengajar. Setiap kegiatan
proses belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan
peserta didik. Proses belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup,
sarat nilai, dan senantiasa memiliki tujuan. Selain itu, guru juga harus mampu
menyediakan atau menciptakan situasi dan kondisi belajar yang kondusif dan
menyenangkan.[15]
Komponen-komponen
yang harus terdapat dalam proses belajar mengajar untuk digerakkan supaya
peserta didik mencapai tujuan pengajaran adalah:
1)
Bahan pengajaran atau isi
pengajaran; berfungsi memberikan isi terhadap tujuan pengajaran.
2)
Metode mengajar dan alat bantu
pengajaran; berfungsi sebagai alat untuk mengantarkan bahan pengajaran menuju
tujuan pengajaran.
3)
Penilaian atau evaluasi;
berfungsi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran.[16]