Pola Pembaruan Pendidikan Islam

  • 06:05 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Menurut Ibnu Taimiyah , secara umum pembaharuan Islam timbul karena membudayanya khurafat dikalangan kaum muslimin, ditutupnya pintu ijtihad yang dianggap membodokan umat Islam, terpecahnya persatuan umat Islam sehingga sulit membangun dan mengatur, kontak antara Barat dan Islam telah menyadarkan kaum muslimin dari kemunduran.[1] Dengan meperhatikan sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan bangsa Barat, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Pertama: Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pedidikan modern dibarat, Kedua:  berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam, Ketiga: berorientasi pada kekayaan dan sumber daya bangsa masing-masing dan bersifat nasionalisme.[2]

1.      Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat

Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup manusia dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai bangsa-bangsa Barat dewasa ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang di dunia Islam.

Penguasaan ilmu pengetahuan dapat dicapai melalui proses pendidikan.  Untuk itu, perlu mengikuti pola pendidikan yang dikembangkan didunia Barat, sebagaimana dunia Barat pernah meniru dan mengembangkan sistem pendidikan dunia Islam. Usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat, baik sistem maupun sistem pendidikannya. Disamping itu, pengiriman-pengiriman pelajar-pelajar kedunia Barat (terutama Prancis)  untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern, banyak dilakukan pemerintah diberbagai negara Islam.[3]

Pembaharuan pendidikan Islam dengan pola Barat ini, mulanya timbul di Turki Usmani pada akhir abad 11 H/17 M. Usaha ini merupakan benih timbulnya sekularisasi di Turki, Sultan Mahmud II (1807-1839 M) adalah pelopor pembaharuan di Turki. Menurut Harun Nasution perubahan penting yang dilakukan Sultan Mahmud II ialah perubahan di bidang pendidikan. Dimasa itu, madrasah adalah satu-satunya lembaga pendidikan. Di madrasah hanya diajarkan agama, pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional ini tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke 19 .

Sultan Mahmuud II mendirikan sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan (operasi). Lulusan madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikan ini. Di tahun 1838 M, sekolah kedokteran dan sekolah pembedahan digabungkan menjadi satu menjadi ­Dar-ul Ulum u-Hikemiye ve mekteb-i Tibiyye-i Sahane.  Bahasa pengantar di sekolah ini menggunakan bahasa pengantar Prancis dan Turki. Selain pembaharuan pendidikan Islam diatas, Sultan Mahmud II juga mengirimkan pelajar ke luar negeri untuk mempelajari sains dan teknologi. Dari merekalah awal mulanya paham sekularisme di Turki.

Pola pembaharuan yang berorientasi ke barat, juga tampak dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha di Mesir. Tetapi,ia menyatakan diri sebagai pengusaha yang otonom, lepas dari mengusir tentara Prancis dari Mesir. Ia buta huruf, tetapi mengetahui betapa penting nya pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan kemajuan suatu Negara . Ia terpengaruh oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibawa oleh Napoleon Bonaparte.

Dalam usaha mengalihkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di Barat ke Mesir ke Mesir Muhammad Ali menggalakkan penterjemahan buku-buku Barat kedalam bahasa Arab. Bahkan ia mendirikan Sekolah Penterjemah.

2.      Gerakan Pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber ajaran Islam murni.

Pegemban pola ini berpandangan bahwa Islam merupakan sumber kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern, Islam penuh dengan ajaran yang mengandung potensi untuk kemajuan, kesejahteraan, dan kekuatan bagi ummat manusia . Dalam hal ini, Islam telah membuktikaan pada masa kejayaannya.[4]

Menurut analisis mereka, di antara sebab seluruh kelemahan ummat Islam, adalah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran Islam sebagaimana mestinya. Sumber utama ajaran Islam diabaikan dan menerima ajaran Islam yang tidak murni lagi. Hal tersebut terjadi setelah mandeknya perkembangan filsafat Islam, pola pemikiran rasional ditinggalkan, dan menganut pola hidup Pasif. Disamping itu, dengan penutupan pintu ijtihad, umat Islam kekurangan daya pikir mengatasi problematika hidup yang semakin banyak akibat perubahan dan perkembangan zaman.

Pola perubahan dasar ajara Islam murni ini, dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahab kemudian digerakkan lanjut oleh Jamaluudin Al-Afgani dan Muhammad Abduh ( Akhir abad ke 19).

Menurut Jamaluddin Al-Afgani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali al-Qur’an dan Hadist dalam arti yang sebenarnya, tidaklah kaku. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Menurut Muhammad Abduh, al-Qur’an bukan semata-mata ditunjukkan kepada hati manusia, tetapi juga pada akalnya. Menurutnya, Islam agama rasional. Abduh melihat bahwa yang timbull dari sistem dualisme dalam pendidikan Islam. Sistem madrasah lama akan menghasilkan ulama yang tidak ada pengetahuannya tentang ilmu-ilmu modern, sedang sekolah-sekolah pemerintah akan menghasilkan ahli yang sedikit pengetahuan agamanya.

Dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern kedalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolh-sekolah pemerintah, jurang pemisah golonga ulama dari golongan ahli ilmu modern akan diperkecil.

3.      Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi nasionalisme

Rasa nasionalisme timbul bersamaa dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dimulai dari barat. Bangsa-bangsa barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme, kemudian menimbulkan kekuatan politik dan berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong dunia timur untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing. Hal tersebut dianggap sangat mendasar, karena umat Islam terdiri atas berbagai bangsa yang berbeda latar belakang, dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Mereka hidup bersamaan dengan menganut agama lain di dalam bangsa itu. Inilah yang juga medorong berkembangnya rasa nasionalisme didunia Islam.[5]

Golongan nasionalis ini, berusaha memperbiki kehidupan ummat Isslam dengan memperhatikan situasi dan kondisi obyektif bangsa itu. Dalam usaha pembaharuan tersebut, golongan ini tidak hanya mengambil unsur-unsur budaya barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur-unsur yang berasal dari warisan budaya bangsa yang bersangkutan.

Ide kebangsaan atau nasionalisme pada perkembangan berikutnya medorong timbulnya usaha-usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri. Umat Islam yang berhasil mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri, mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalnya masing-masing.



[1] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), h. 188.

[2] Bahaking Rama, Sejarah Pendidikan dan Peradaban Islam dari Masa Ummayah hingga kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Cakrawala Publishing), h. 94.

[3] Ibid, h. 95.

[4] Bahaking Rama, Sejarah Pendidikan dan Peradaban Islam dari Masa Ummayah hingga kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Cakrawala Publishing), h. 97.

[5] Bahaking Rama, Sejarah Pendidikan dan Peradaban Islam dari Masa Ummayah hingga kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Cakrawala Publishing), h. 99.