1.Manusia
Sebagai Khalifah
Kedudukan manusia sebagai khalifah
dapat dipahami dari klausa pertama surah Fathir yaitu Huwa ‘llazi ja’alakum
khala’ ifa al-ardh “Dialah yang menjadikan kamu khalifah dibumi”. Klausa
ini memberikan informasi tambahan terhadap informasi yang terkandung terhadap
ayat-ayat sebelumnya. Kalau ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Allah mengetahui
apa yang tidak terlihat oleh manusia, maka ayat ini menjelaskan bahwa Allah
yang menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Penegasan ini
mengisyratkan adanya hubungan antara manusia dengan Tuhan. Selanjutnya ayat
terseebut juga mengingatkan bahwa siapa yang ingkar, khususnya mengingkari
Tuhan yang telah menjadikannya khalifah,maka ia sendiri menanggung akibat
pengingkarannya sendiri berupa kemurkaan Tuham dan kerugian bagi dirinya
sendiri.
Dari gambaran singkat ini dapat
ditemukan masalah-masalah yang perlu ditelaah, antara lain hakikat dan wujud
dari konsep khalifah. Untuk maksud tersebut akan ditelusuri penggunaan kata
bersangkutan dalam al-Qur’an, kemudian menelusuri ayat-ayat yang yang
terkaitnya dengannya.
Kata Khala’if yang terdapat dalam
ayat Jum’al Kasraf yang
dipergunakan dalam empat ayat al-Qur’an. Bentuk mufradnya adalah khalifat yang
dipergunakan dalam dua ayat. Bentuk mufradnya, khalif, tidak
dipergunakan dalam al-Qur’an.
Menilik penggunaan kata-kata
tersebut dalam al-Qur’an maka terlihat kedua bentuk jamak itu dipergunakan
dalam konteks yang berbeda. Kata kha’if dipergunakan dengan merujuk kepada umat
manusia pada umumnya dan orang-orang beriman pada khususnya. Sedangkan kata khulafa
dipergunakan dalam konteks pembicaraan dengan orang-orang yang kafir kepada
Tuhan. Dalam hadis Rasulullah SAW kata tersebut dipergunakan pula dalam mana
penggatian kepemimpinan umat islam.
Secara etimologis, kata yang berakar
kata dengan huruf-huruf kha, lam, dan
fa, mempunyai tiga makna pokok,yaitu mengganti, belakang dan
perubahan.Dengan makna seperti ini, makna kata kerja khalafa –yakhlufu dalam
al-Qur’an dipergunakan dalam arti “mengganti” baik dalam konteks penggantian
generasi ataupun dalam pengertian penggantian kedudukan kepemimpinan. Arti
pertama dapat ditemukan, misalnya dalam Q.S. Maryam, 19/44-59.
* y#n=s?mú .`ÏB öNÏdÏ?÷èt/ ì#ù=yz (#qãã$|Êr& no4qn=¢Á9$# (#qãèt7¨?$#ur ÏNºuqpk¤¶9$# ( t$öq|¡sù tböqs)ù=t? $??xî ÇÎÒÈ
59. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan
menemui kesesatan,
Arti kedua dapat ditemukan, misalnya
dalam Q.S.Al-A’raf,7/39:142:
* $tRô?tãºurur 4Óy?qãB ?úüÏW»n=rO \'s#ø?s9 $yg»uZôJyJø?r&ur 9?ô³yèÎ/ §NtGsù àM»s)?ÏB ÿ¾ÏmÎn/u? ?Æ?Ïèt/ö?r&