Memahami Problem Based Learning

  • 10:52 WITA
  • Administrator
  • Artikel

A.Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Sejarah Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Berbasis Masalah dirintis dalam ilmu kesehatan di McMaster University di Kanada pada tahun 1960-an yang diresmikan pada tahun 1968. (Neufeld & Barrows, 1974), karena siswa tidak mampu menerapkan sejumlah besar mereka pengetahuan ilmiah dasar untuk situasi klinis. Tak lama kemudian, tiga sekolah medis lain – University of Limburg di Maastricht (Belanda), University of Newcastle (Australia), dan University of New Mexico (Amerika) mengambil McMaster model pembelajaran berbasis masalah. (diadopsi oleh lain program-program sekolah kedokteran (Barrows, 1996) dan juga telah diadaptasi untuk instruksi sarjana (Boud dan Feletti, 1997; Duch et al, 2001. ; Amador et al, 2006))

Landasan Teoretik Model Pembelajaran Berbasis Masalah Temuan-temuan dari psikologi kognitif menyediakan landasan teoretis untuk meningkatkan pengajaran secara umum dan khsususnya problem based learning (PBL). Premis dasar dalam psikologi kognitif adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Mengikuti Glaser (1991) secara umum diasumsikan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses-proses kognitif yang disebut metakognisi mempengaruhi penggunaan pengetahuan, dan faktor-faktor sosial dan kontektual mempengaruhi pembelajaran.

B.Pengertian Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Suherman (2003: 7)Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Konsep yang dikemukakan Suherman menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran.Gijselaers ( 1996)
Pembelajaran berbasis masalah diturunkan dari teori bahwa belajar adalah proses dimana pembelajar secara aktif mengkontruksi pengetahuan.Konsep ini menjelaskan bahwa belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik hanya berperan dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu siswa dalam mencapai keterampilan self directed learning.

C.Tujuan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Departemen Pendidikan Nasional (2003)Pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan belajarnya itu.Dari pengertian ini, dikatakan bahwa tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

Muslimin Ibrahim (2000:7)Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri.Dari pengertian ini kita dapat mngetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah ini difokuskan untuk perkembangan belajar siswa, bukan untuk membantu guru mengumpulkan informasi yang nantinya akan diberikan kepada siswa saat proses pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan untuk:

1. membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah,
2. belajar peranan orang dewasa yang otentik,
3. menjadi siswa yang mandiri,
4. untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru,
5. mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
6. meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
7. meningkatkan motivasi belajar siswa
8. membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru

D.Prinsip-Prinsip Metode Pembelajaran Berbasis Masalah           

Berdasar pada pandangan psikologi kognitif terdapat tiga prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL

1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan ke kepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.

2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?

3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).

Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Berbasis Masalah yakni sebagai berikut:
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan, yaitu:

1. mengidentifikasi masalah,
2. mengumpulkan data,
3. menganalisis data,
4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya,
5. memilih cara untuk memecahkan masalah,
6. merencanakan penerapan pemecahan masalah,
7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan
8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Berikut langkah –langkah uuntuk memulai Problem Based Learning:

1.Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
2. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan.
3. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait.
4. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami.
5. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting.
6. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan.
7. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh.
8. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya.
9. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas..

E.Asessment dan Evaluasi

Penilaian yang dilakukan guru tidak hanya terbatas dengan tes kertas dan pensil ( paper and paper tes ) tetapi termasuk menemukan prosedur penilaian alternative yang dapat digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa. Penetapan kriteria penilaian tugas-tugas kinerja/ hasil karya harus dilakukan pada awal-awal pembelajaran dan harus dapat dikerjakan oleh pebelajar (Fottrell, 1996). Kriteria penilaian itu harus didiskusikan terlebih dahulu bersama pebelajar di kelas. Diskusi ini meliputi berapa grade yang harus mereka capai dan siapa yang akan menilai mereka (pembelajar, pebelajar, atau ahli luar).

Penilaian pada pembelajaran berbasis masalah berorientasi pada proses dengan tujuan untuk menilai ketrampilan berkomunikasi, bekerjasama, penerimaan siswa terhadap tanggung jawab belajar, kemampuan belajar bagaimanan belajar ( learning to learn ), penyelesaian dan penggunaan sumber serta pengembangan ketrampilan memecahkan masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru berperan dalam mengembangkan aspek kognitif dan metakognitif siswa, bukan sekedar sumber pengetahuan dan penyebar informasi. Disamping itu siswa bukan sebagai pendengar yang pasif tetapi berperan aktif sebagai problem.

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan sebagai berikut:Guru sebagai pelatihvSiswa sebagai problem solving.Masalah sebagai awal tantangan dan motivasivAsking about thinking ( bertanya tentang pemikiran)Ømemonitor pembelajaran probbing  menantang siswa untuk berfikir )Ømenjaga agar siswa terlibatmengatur dinamika kelompokØmenjaga berlangsungnya proses peserta yang aktifØterlibat langsung dalam pembelajaranØmembangun pembelajaranØmenarik untuk dipecahkan menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.

Muslimin Ibrahim menjelaskan bahwa dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat ke putusan-keputusan khusus pada fase-fase perencanaan, interaksi dan setelah pembelajaran.Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:
1. Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill) dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan reasoning.
2. Belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan
3. Ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning).

F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pemanfaatannya

Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya dalam proses pembelajaran adalah:

1. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif
2. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
3. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
4. Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru
5. Dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri
6. Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan
7. Dengan PBM akan terjadi pembelajaran bermakna.
8. Dalam situasi PBM, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
9. PBM dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.

Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam pemanfaatannya dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini..

2. Kurangnya waktu pembelajaran. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan.

3. Menurut Fincham et al. (1997), “PBL tidak menghadirkan kurikulum baru tetapi lebih pada kurikulum yang sama melalui metode pengajaran yang berbeda.

 4. Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk belajar, terutama di daerah yang mereka tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

. Seorang guru mengadopsi pendekatan PBL mungkin tidak dapat untuk menutup sebagai bahan sebanyak kursus kuliah berbasis konvensional. PBL bisa sangat menantang untuk melaksanakan, karena membutuhkan banyak perencanaan dan kerja keras bagi guru. Ini bisa sulit pada awalnya bagi guru untuk “melepaskan kontrol” dan menjadi fasilitator, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan mereka solusiPembelajaran Berbasis Masalah pertama kali dicetuskan pada akhir tahun 1960-an di sekolah kedokteran di McMaster University di Kanada.

Pembelajaran Berbasis Masalah adalah suatu proses pembelajaran yang keterlibatan siswanya lebih besar dalam pemecahan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang disajikan oleh pendidik dengan berbekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Ciri-ciri Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.Pembelajaran Berbasis Masalah bertujuan untuk memotivasi belajar siswa agar menjadi mandiri, membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah, membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru, belajar peranan orang dewasa yang otentik,