Sekolah adalah institusi
sosial yang didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika dalam penyusunan dan pelaksanaannya
kurikulum sekolah banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan sosial yang
berkembang dan selalu berubah di dalam masyarakat. Pengaruh tersebut berdampak
pada komponen-komponen kurikulum seperti tujuan pendidikan, siswa, isi
kurikulum, maupun situasi sekolah tempat kurikulum dilaksanakan.
Berbagai kekuatan sosial
yang memengaruhi pengembangan kurikulum ada beraneka ragam. James W. Thornton
dan John R. Wright, dalam bukunya “Secondary School Curriculum”,
mengklasifikasikan berbagai kekuatan sosial yang memengaruhi kurikulum:
a.
Kekuatan sosial yang resmi, terdiri atas:
1)
Pemerintah suatu negara, melalui Undang-Undang
Dasar, dasar negara, falsafah dan ideologi negara;
2)
Pemerintah Daerah, melalui berbagai kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan; dan
3)
Perwakilan Departemen Pendidikan setempat
b.
Kekuatan sosial setempat, yang terdiri atas:
1)
Yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan;
2)
Kerukunan atau persatuan keluarga sekolah-sekolah
sejenis;
3)
Perguruan Tinggi, yakni universitas, akademi, maupun
institut;
4)
Persatuan Orang Tua Murid dan Guru;
5)
Penerbit buku-buku pelajaran;
6)
Perkumpulan yang berdasarkan kemanusiaan;
7)
Media massa seperti radio, televisi, dan surat
kabar; dan
8)
Adat kebiasaan masyarakat setempat
c.
Organisasi profesional, seperti Persatuan Guru,
Persatuan Dokter, dan ahli hokum.
d.
Kelompok atau organisasi yang bergerak berdasarkan
kepentingan tertentu, seperti kelompok patriotik, ikatan pendukung cita-cita
kemerdekaan, kelompok ekonomi,dan sebagainya.
Tentu saja masih banyak kekuatan-kekuatan sosial lainnya yang ikut
mempengaruhi pengembangan dan pembinaan kurikulum. Setiap kekuatan sosial
tersebut berusaha untuk memberikan pengaruh secara maksimal. Meskipun demikian,
tentu saja para penyusun kurikulum dapat menerimanya berdasarkan pertimbangan
yang seksama.
Sebagai kesimpulan,
implikasi kemasyarakatan dalam pengembangan kurikulum tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Sekolah adalah suatu institusi sosial yang didirikan
dan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum
sebaiknya mempertimbangkan segi sosiologis ini, baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun perbaikan kurikulum
b.
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang meliputi
berbagai komponen, yakni subsistem kepercayaan, nilai-nilai, kebutuhan, dan
permintaan. Masing-masing komponen atau subsistem tersebut berpengaruh terhadap
penyusunan dan pengembangan kurikulum, sehingga relevan dengan kondisi
sosiologis masyarakat.
c.
Di dalam masyarakat terdapat beragam lembaga sosial
yang masing-masing memiliki kekuatan, baik kekuatan potensial, strategis, dan
riil. Semua kekuatan tersebut memberi pengaruh dan patut dipertimbangkan dalam
pembinaan dan pengembangan kurikulum, sehingga kurikulum sejalan dengan sifat
dinamis dalam masyarakat.
Masyarakat dan
Kurikulum
Masyarakat adalah
suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam
kelompok-kelompok berbeda atau sekelompok individu yang terorganisasi yang
berpikir tentang dirinya sebagai sesuatu yang berbeda dengan kelompok atau
masyarakat lainnya. Setiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri yang
membedakan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain adalah kebudayaan. Hal
ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang
dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat bergantung kepada kebudayaan
dimana ia hidup.
Menurut Daud Yusuf
(1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan
melalui proses pendidikan yaitu logika, estetika dan etika. Logika adalah aspek
pengetahuan berkaitan dengan aspek emosi, penalaran dan etika
berkaitan dengan aspek nilai kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada
logika (pikiran) sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia maka, kehidupan manusia
semakin luas semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan Harus
mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk
hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks
inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan
tuntutan masyarakat untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya
pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja melainkan juga dari segi pendekatan
dan strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru sebagai pembina dan
pelaksanaan kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat
agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa
di masyarakat.
Penerapan teori,
prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan
yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih
bermakna dalam kehidupan. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat.
Tyler, Taba, Tanner, Tenner mengatakan bahwa
tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum.
Calhoun, ligh, dan Keller (1997) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan
yaitu:
1.
Mengajar keterampilan
2.
Mentransmisikan budaya
3.
Mendorong adaptasi
Lingkungan
4.
Membentuk kedisiplinan
5.
Mendorong bekerja
kelompok
6.
Meningkatkan perilaku
etik
7.
Memiliki bakat dan
memberi penghargaan prestasi.
Perubahan sosial
budaya, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga
dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan
masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern.
Adapun perbedaan antara masyarakat satu dengan
masyarakat lain adalah sebagian besar disebabkan oleh kualitas
individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain
kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya
berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat dipenuhi kebutuhan
masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi
pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu dan
ketertarikannya dengan lingkungan sosial setempat.
Berdasarkan uraian di
atas sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam
pengembangan kurikulum. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang.
Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, IPTEK dan
kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut
ketersediaannya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses
pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang
landasan pengembangan nya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
Kebudayaan dan
Kurikulum
Kebudayaan dapat
diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan cita-cita pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian dan nilai-nilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Daoed Yusuf (1981) medefinisikan kebudayaan sebagai segenap
perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran (logika) kemampuan (etika) serta
perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian manusia,
perkembangan hubungan dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Secara lebih rinci kebudayaan diwujudkan
dalam tiga gejala, yaitu:
1.
Ide, konsep, gagasan,
nilai, norma, peraturan dan nilai lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat
abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat
kebudayaan itu berbeda.
2.
Kegiatan yaitu
tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem
social. Dalam sistem sosial aktivitas manusia bersifat konkret bisa dilihat dan
diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan
yang pertama. Artinya sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia merupakan
refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai dan norma yang telah dimilikinya.
3.
Benda hasil karya
manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga inilah seluruh fisik perbuatan atau hasil
karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketiga ini
adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang
penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:
1. Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan
cita-cita sikap pengetahuan keterampilan dan sebagainya. Semua itu dapat
diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga,
masyarakat sekitar dan sekolah lembaga pendidikan. Oleh karena itu sekolah
lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada
para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
2. Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial
dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial
masyarakat yang sangat beragam seperti masyarakat industry, pertanian, nelayan
dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota
masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan
anggota masyarakat lain serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk
berbudaya. Hal ini implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan dan kecakapan.
Salin pendidikan yang
bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas terdapat pula pendidikan yang
bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan
berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Dilihat dari
karakteristik sosial budaya, setiap daerah wilayah tanah air Indonesia memiliki
ciri khas mengenai adat-istiadat, tata karma, pergaulan, kesenian, bahasa lisan
maupun tulisan, kerajinan dan nilai-nilai kehidupan masing-masing.
Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan, tetapi juga kondisi alam
dan lingkungan sosial dan ini merupakan kekayaan hidup bangsa Indonesia yang
perlu dilestarikan dan dikembangkan melalui upaya pendidikan perancang dari
kenyataan tersebut maka pengembangan kurikulum sekolah harus mengakomodasi
unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam penetapan materi kurikulum
muatan lokal.
Gagasan pemerintah
untuk merealisasikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut yang dimulai
pada sekolah dasar telah diwujudkan dalam keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan
Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173 /C/Kep/M/
1987 Tanggal 7 Oktober 1987.” Dalam sambutannya Mendikbud menyatakan dalam hal
ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan
agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata semua anak berhak mendapat
kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas
lingkungannya sendiri” (Umar Tirtarahardja dan La Sula, 2000: 274).
Adapun yang dimaksud dengan muatan lokal adalah
program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan
daerah. Yang dimaksud dengan isi adalah
materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan
dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Sedangkan
media penyampaian adalah metode berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan
dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari dan menggunakan sumber
lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik. Lingkungan sosial dan
budaya yang terdapat dalam pola kehidupan daerah karena keanekaragamannya
disederhanakan dan diklasifikasikan menjadi 8 kelompok yaitu:
1. pertama
perikanan darat dan laut
2. peternakan
3. persawahan
4. aman dan
perkebunan
5. perdagangan
termasuk didalamnya jasa
6. industri
kecil termasuk di dalamnya industri rumah tangga
7. industri
besar
8. pariwisata.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal
dapat dilihat dari kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan
nasional motor lokal bertujuan:
1. Melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah
2. Mengubah
nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Pengaruh Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Volume khazanah ilmu pengetauan bertabah terus
yang di tandai dengan fakta bahwa setiap lebih kurang 15 tahun, menurut
Ornstein dan Hunkins (1988: 125), pengetahuan utama kita bertambah dua kali
lipat. Bentley Glass (1970) menyatakan, walau ini dianggap besar-besarkan,
jumlah pengetahuan ialah pada akhir hayat seseorang menjadi hampir 100 kali
lipat dari ketika ia lahir (Ornstein dan Hunkins, 1988:125). Selain itu, Warren
Zigler (1981) yakin bahwa lebih banyak matematika yang ditemukan sejak 1900
dibandingkan sebelumnya, seperdua pengetahuan yang dipelajari mahasiswa
pascasarjana teknik hari ini akan usang dalam 10 tahun mendatang, setengah yang dipelajari seseorang
akan using ketika dia separuh baya (Ornstein dan Hunkins, 1988:125).
Ledakan pengetahuan seperti gambaran di atas
menarik perhatian pendidik karena fenomena ini selain telah berada di hadapan
kita juga sangat berpengaruh pada dan dapat menentukan arah kurikulum masa
depan masalah pokok ialah seleksi pengetahuan yang masuk kurikulum yaitu
pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa dan menghadapi kehidupan masa depan
artinya pertanyaan yang diajukan Spencer lebih 100 tahun lalu tentang
pengetahuan apa yang berguna masih relevan dengan masa kini karena suatu
pengetahuan menghasilkan pengetahuan baru dan banyak pola pertama yang akan
usang adalah mustahil semua pengetahuan yang ada akan dapat diajarkan kepada
atau dipelajari oleh siswa menghadapi kehidupan yang berubah untuk
menanggulangi masalah tersebut Toffler menganjurkan agar knowledge tauht should
be related to the future, pengetahuan yang diajarkan kini harus
mempertimbangkan validasi dan relevansi pengetahuan yang diajarkan kini bagi
kebutuhan kehidupan siswa di masa depan. Maksudnya perlu diwaspadai agar konten
kurikulum sekarang relevan dengan upaya menempuh tuntutan kehidupan siswa
ketika ia menyelesaikan pendidikan di masa depan.
Sehubungan dengan kurikulum harus berorientasi
masa depan, Draper Kauffman (1976) mengidentifikasi enam kompetensi sebagai
sasaran future- oriented curriculum:
Memiliki akses pada informasi, mampu berpikir, dapat berkomunikasi efektif, memahami
lingkungan hidup manusia, memahami individu masyarakat dan meningkatkan
kompetensi personal (Orsntein dan Hunkins, 1988:332).
Selain itu menghadapi perubahan, masa depan dan
ledakan Pengertian tersebut, tugas pokok pendidik dan pengembangan kurikulum
menurut Ornstein dan Hunkins (1988:125), berkaitan dengan: seleksi pengetahuan
yang harus masuk kurikulum dan bagaimana mengorganisasi pengetahuan itu agar
kurikulum efektif.