Mengembangkan Instrumen Penilaian

  • 10:34 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Penilaian merupakan bagian integral dalam pembelajaran. Banyak istilah yang sering digunakan dalam hubungannya dengan penilaian, yakni pengukuran, evaluasi, tes, dan penilaian itu sendiri. Namun, secara teknis istilah-istilah tersebut bermuara pada hakikat yang berbeda-beda. Pengukuran merupakan istilah generik yang merujuk pada penentuan sistematis tentang hasil atau karakteristik sesuatu dengan menggunakan beberapa jenis perangkat penilaian. Pengukuran adalah proses sistematis untuk memperoleh derajat sesuatu yang diukur yang mana sifat atau atribut hadir dalam individu atau objek.[1]

Dengan kata lain, pengukuran adalah tugas sistematis tentang nilai-nilai numerik atau angka untuk suatu sifat atau atribut pada orang atau objek. Misalnya mengukur tinggi dari suatu gedung, panjang dan lebar dari suatu kelas, dan sebagainya. Dalam pendidikan nilai numerik kecerdasan, bakat, atau kemampuan dan prestasi dapat diukur dan diperoleh dengan menggunakan instrumen seperti tes-tes standar. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai atribut dijabarkan ke angka melalui kegiatan pengukuran. Jadi, pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Pengukuran adalah proses mengukur sejauh mana seseorang atau sesuatu memiliki karakteristik, kualitas, atau ciri tertentu.

Secara umum evaluasi merupakan proses menentukan kelayakan atau nilai dari suatu melalui kajian dan penilaian secara cermat.[2]Evaluasi yang terfokus pada hasil mencakup pengukuran dan penilaian dampak dari suatu proyek berdasarkan kriteria khusus, seperti:

-          Efektivitas: tingkat ketercapaian tujuan yang dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang ditargetkan.

-          Relevan: hubungan antara penetapan tujuan dan terpenuhinya suatu kebutuhan.

-          Efisiensi: hubungan antara kuantitas dan kualitas pelayanan dan jasa pendidikan yang disediakan dan alat yang digunakan untuk memperolehnya.

Jadi, evaluasi bertujuan untuk menentukan kualitas dari suatu kinerja saat ini, dan dapat dijadikan untuk mengambil suatu keputusan dalam menerima atau menolak sesuatu. Misalnya dalam penentuan kenaikan kelas.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan tes (test)adalah pertanyaan atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang ciri atau atribut pendidikan atau psikologis, yang setiap butir pertanyaan atau tugas mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.

Gallagher dalam Asia university menjelaskan, bahwa tes adalah serangkaian pertanyaan atau tugas yang dirancang untuk memperoleh perilaku tertentu dari orang yang diuji. Namun, kata tes menyiratkan adanya instrumen kertas dan pensil yang diberikan di bawah kondisi yang ditentukan sebelumnya yang diberikan untuk seluruh siswa.[3]

Indiana University memberi definisi tentang penilaian sebagai berikut: penilaian adalah proses mengumpulkan dan mendiskusikan informasi dari berbagai sumber dalam rangka untuk mengembangkan pemahaman yang mendalam mengenai apa yang siswa tahu, mengerti, dan dapat melakukan dengan pengetahuan mereka sebagai hasil dari pengalaman pendidikan mereka; proses mencapai titik puncak ketika hasil penilaian digunakan untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, penilaian adalah proses pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif dengan maksud untuk memperbaiki kinerja yang akan datang

 Prinsip-Prinsip Penilaian

Beberapa prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan penilaian yakni keandalan (realibility), kesahihan (validity), dan kewajaran (fairness).

1.      Keandalan

Suatu penilaian dianggap dapat diandalkan ketika hasil yang sama terjadi terlepas kapan dan siapa yang melakukan penilaian. Harus ada bukti kuat untuk menunjukkan bahwa terdapat hasil yang konsisten setelah dilakukan pengukuran berkali-kali. Ncrel (2012: 1) mengatakan bahwa keandalan didefinisikan sebagai suatu indikasi adanya konsistensi skor setelah penilai melakukannya beberapa kali. McMillan (2008: 35) juga menulis bahwa keandalan berhubungan dengan konsistensi skor yang diperoleh dari penilaian). 

Kedua definisi tersebut menekankan pada konsistensi skor, bukan tes atau instrumen. Hal ini penting karena keandalan seperti halnya juga validitas merupakan penilaian tentang skor yang diperoleh dari suatu contoh khusus di mana peserta didik diharapkan merespons pertanyaan.[4]

Keandalan sangat ditentukan oleh estimasi jumlah kesalahan yang mengikuti skor yang diperoleh. Artinya, jika margin kesalahannya kecil, maka keandalannya tinggi. Sebaliknya, jika margin kesalahannya besar, maka tingkat realibilitasnya rendah.

2.      Validitas

Selain keandalan, prinsip lain yang berkaitan dengan penilaian adalah validitas atau kesahihan. Asiaeuniversity (2012: 258) menjelaskan, bahwa validitas merujuk pada akurasi dari suatu penilaiana; apakah alat penilaian mengukur apa yang seharusnya diukur atau tidak. Ncrel (2012: 1) juga mengatakan bahwa validitas didefinisikan sebagai suatu indikasi tentang bagaimana suatu penilaian betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Selain itu, McMillan (2008: 19) memberi definisi sebagai evaluasi keseluruhan yang diharapkan, penggunaan, dan konsekuensi dari skor yang diperoleh.

Berdasarkan tiga definisi yang diberikan di atas, terdapat tiga aspek penilaian yang perlu dievaluasi validitasnya, yakni akurasi alat penilaian, pengukuran pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berwujud kinerja, dan konsekuensinya pada skor.

3.      Kewajaran

Kewajaran yang dimaksud di sini adalah penilaian yang tidak bias, tidak berat sebelah, atau tidak adil. Suatu penilaian seharusnya bebas dari bias gender, ras, status ekonomi atau karakteristik lain yang dapat memengaruhi kinerja yang diukur. Jika beberapa peserta didik mengambil keuntungan karena ada faktor yang tidak relevan dengan apa yang diukur, maka penilaian itu tidak adil. Jadi, kewajaran atau keadilan di sini berarti bahwa penilaian seharusnya mendukung dan membolehkan semua peserta didik, baik dari segi gender maupun dari semua latar belakang yang berbeda-beda untuk melakukan sesuatu yang sama. Semua peserta didik (siswa, mahasiswa, atau peserta didik) seharusnya mempunyai kesempatan yang sama untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang diukur atau dinilai.

Penilaian Autentik

Salah satu keunggulan Kurikulum 2013 adalah penggunaan penilaian autentik untuk menilai keberhasilan peserta didik yang bukan saja dilihat dari kemampuan menjawab soal-soal secara tertulis, melainkan juga dapat menunjukkan kinerja yang baik, melakukan pekerjaan secara maksimal melalui tugas proyek dan portofolio, serta penilaian sikap.[5]

Penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian di mana peserta didik melakukan tugas-tugas berdasarkan dunia nyata yang mendemonstrasikan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berguna (Mueller, 2005). Istilah penilaian autentik menggambarkan berbagai bentuk penilaian yang merefleksikan peserta didik belajar, pencapaian hasil, motivasi dan sikap dalam kegiatan belajar di dalam ruang kelas (Indiana Departement of Education, O’Malley dan Pierce, 2014). Beberapa definisi penilaian autentik dapat dijabarkan di bawah ini:

1.      Penilaian autentik sebagai sinonim dari penilaian kinerja (Hart, 1994; Torrance, 1995).

2.      Penilaian autentik memberi penekanan khusus pada nilai tugas dan konteks secara realistik (Herrington & Herrington, 1998).

3.      Penilaian autentik adalah suatu penilaian yang membutuhkan peserta didik untuk menggunakan kompetensi yang sama atau kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang mereka butuhkan untuk diterapkan dalam situasi normal pada kehidupan profesional (Gulikers, Bastioens, dan Kirschner, 2010: 69).

4.      Penilaian autentik adalah penilaian yang terjadi terus-menerus dalam konteks lingkungan belajar yang bermakna dan mencerminkan pengalaman belajar aktual dan bermanfaat yang dapat didokumentasikan melalui observasi, catatan anekdot, jurnal, log, sampel kerja, konferensi, portofolio, menulis, diskusi, percobaan, presentasi, pemeran, proyek, dan metode lainnya (Winograd and Perkins, 2014: 2)

Berdasarkan beberapa definisi yang diberikan di atas, yang dimaksud dengan penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian terhadap proses dan hasil belajar yang merefleksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui tugas-tugas aktual dan kontekstual berdasarkan kriteria yang diterapkan. [6]

Pertama, berorientasi proses dan hasil, artinya penilaian autentik tidak saja berorientasi proses dalam melakukan tugas tertentu, tetapi juga menilai hasil. Kedua, refleksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan maksudnya aspek yang dinilai bukan hanya dominan kognisi, melainkan juga dominan afeksi dan psikomotorik. Ketiga, tugas-tugas merujuk pada suatu bentuk pekerjaan yang menggabungkan antara konten dengan pengalaman riil di lapangan. Keempat, penilaian yang aktual dan kontekstual artinya suatu bentuk penilaian yang tetap mengacu pada tes acuan patokan yang diangkat dari proses belajar yang actual dan kontekstual. Kelima, kriteria atau standar penilaian mencakup kualitas atau kriteria ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah selesai mengikuti pembelajaran.

Penilaian autentik dipandang sangat penting karena beberapa alasan sebagai berikut:

1.      Memiliki relevansi kuat dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), proyek (project based learning), penemuan (discovery learning), dan tematik terpadu.

2.      Menggambarkan peningkatan hasil belajar melalui tahapan kegiatan seperti mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan komunikasi dalam pendekatan ilmiah.

3.      Mencakup tugas-tugas kompleks dan kontekstual.

4.      Memberi kesempatan kepada guru untuk mengembangkan instrumen penilaian sendiri, melalui im, atau antara guru dengan peserta didik.

5.      Melibatkan peserta didik untuk menilai dan mengukur perkembangan kemampuan, sikap, dan keterampilan mereka sendiri.

6.      Memadukan kontruksi pengetahuan, pengembangan keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh peserta didik.

 Instrumen Penilaian

Instrumen penilaian (assessment instrumen) atau disebut pula alat penilaian (assessment tools) adalah materi yang digunakan untuk mengumpulkan fakta-fakta dengan menggunakan metode penilaian yang dipilih. Instrumen penilaian dapat didukung oleh profil kinerja yang dapat diterima dan aturan atau petunjuk membuat informasi atau petunjuk yang diberikan oleh asesor. Sedangkan prosedur adalah informasi atau petunjuk yang diberikan kepada calon dan asesor tentang bagaimana penilaian dilakukan dan direkam.[7]

Hayat dkk. (2008) menguraikan instrumen penilaian berbasis kelas yang mencakup tes tertulis, penilaian kinerja, hasil kerja siswa, projek, penilaian diri, sikap, dan penilaian portofolio. Beberapa jenis penilaian dijelaskan secara umum di bawah ini.

1.    Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes dimana soal dan jawaban dalam bentuk bahan tulisan. Secara garis besar tes tertulis dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu

a.       Tes objektif, mencakup pilihan ganda, bentuk soal dengan dua pilihan jawaban yang benar, menjodohkan isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek

b.      Non-objektif seperti soal uraian.

2.    Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (perfomance assessment) digunakan untuk menilai pemikiran tingkat tinggi dan akuisisi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang dibutuhkan bagi pelajar. Penilaian kinerja yang dirancang dengan baik dapat menarik perhatian pembelajar karena nampaknya lebih berterima dan masuk akal, dimana pembelajar lebih suka berpartisipasi dalam kegiatan seperti merancang dan membangun model, mengembangkan, melakukan, dan melaporkan hasil survei, melakukan percobaan-percobaan ilmiah, atau menulis surat-surat sederhana untuk editor koran dari pada mengambil tes dengan menggunakan kertas dan pensil.

Kebanyak tes standar belum diarahkan untuk meniali pertumbuhan dan perkembangan individual pembelajar yang terjadi di dalam ruang kelas. Tetapi penilaian kinerja sering dilakukan untuk tugas-tugas tertentu. Misalnya pelaksanaan presentasi kelompok dll.

3.    Penilain Hasil Kerja

Penilaian hasil kerja adalah penilaian terhadap kualitas hasil karya pembelajar dan proses dalam menghasilkan karya (Hendriastuti, 2008). Penilaian hasil kerja dapat difokuskan hanya pada domain psikomotor, kognisi dan afeksi walaupun dengan presentase yang kecil.

Penilaian hasil kerja mencakup tahapan awal atau perencanaan, tahapan pelaksanaan dan tahapan hasil atau produk yang dikembangkan. Masing-masing pada tahapan tersebut perlu dibuatkan indikator penilaian atau aspek-aspek yang menjadi penilaian sehingga penilaian yang dilakukan  teratur dan tergambarkan. Kesalahan dalam membuat indikator penilaian sehingga berdampak pada tingkat penguasaan dan keterampilan yang dimiliki pembelajar.

4.    Penilaian Proyek

Proyek yang dimaksud disini adalah tugas yang diembankan kepada pembelajar untuk diselesaikan dalam kurun waktu tertentu. Penilaian berbasis projek merupakan salah satu bentuk penilaian dalam pendidikan yang bermaksud untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi pembelajar. Penilaian ini melibatkan berbagai keterampilan sehingga betul-betul mencerminkan kinerja yang sebenarnya. Kriteria untuk penilaian berbasis proyek boleh jadi sangat spesifik atau dapat juga di arahkan pada keterampilan umum.

5.    PenilaianSikap

Sikap adalah evaluasi terhadap objek pikiran. Objek sikap mencakup segala sesuatu yang ada pikiran seseorang mulai dari hal-hal yang biasa sampai pada yang abstrak seperti ide atau pandangan (Bohner dan Dickel, 2011). Sikap memiliki hubungan yang erat dengan perilaku, seperti digambarkan di bawah ini:

Sikap               Perilaku

Sikap               : Perasaan, kepercayaan, dan kecenderungan berbuat terhadap orang, kelompok, pandangan, atau objek lain.

Perilaku           : Respons atau reaksi seorang individu baik yang ditunjukkan secara  gerakan maupun pernyataan verbal dan pengalaman subjektif (Schafer dan Tait, 1986).

Gagne, Wager, Goals, dan Keller (2005: 94) membuat definisi formal yang mengatakan bahwa sikap adalah keadaan internal yang memengaruhi pilihan individu tentang tindakan pribadi terhadap beberapa objek, orang, atau peristiwa.

Secara garis besar, penilaian sikap dapat dikelompokkan menjadi dua kategori; penilaian sikap tentang pembelajaran dan penilaian hasil perubahan sikap. Penilaian sikap tentang pembelajaran merujuk pada penilaian terhadap reaksi peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung seperti apa yang mereka suka dan tidak suka terhadap pembelajaran termasuk saran untuk perbaikan pembelajaran. Adapun penilaian perubahan sikap mencakup penilaian terhadap seberapa besar terjadi perubahan sikap peserta didik sebagai akibat langsung dari program pembelajaran (Morison dkk., 2007).

Objek penilaian sikap tentang pembelajaran mencakup sikap peserta didik terhadap (1) Mata pelajaran/mata kuliah, (2) Guru/dosen, (3) Proses pembelajaran, (4) Bahan pembelajaran. Adapun objek perubahan sikap yang dipengaruhi langsung oleh pembelajarana berhubungan dengan nilai-nilai karakter yang ditanamkan dalam setiap aktivitas pembelajaran.[8]

Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni :

Observasi/Catatan Pribadi

Observasi adalah kemampuan untuk memerhatikan, mencatat kejadian, atau cara melihat sesuatu, atau dapat dikatakan pengamatan langsung dengan penuh perhatian dan merekam secara sistematis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan (Yaumi dan Damopolii, 2014: 112). Instrumen yang diguakan untuk pengamatan tersebut dapat berupa angket sederhana, skala rating, format catatan terbuka-tertutup yang merekam komentar-komentar singkat yang diberikan oleh peserta didik.

Interview/Bertanya Langsung

Pendidik dapat menanyakan langsung tentang sikap peserta didik terhadap pembelajaran. Pertanyaan yang diajukan dapat dilakukan dengan cara terstruktur, wawancara semi struktur,  tidak terstruktur, kelompok focus atau dikenal dengan istilah focus group discussion  (FGD), dan wawancara online dengan menggunakan HP, Skype, Video conference di facebook, atau yahoo messenger. Sebaiknya semua pertanyaan yang diajukan dan jawaban yang diberikan peserta didik direkam dengan menggunakan tape-recorderatau peralatan rekaman lain yang memungkinkan dapat merekam suara. Hasil rekaman tersebut kemudian ditranskip dan dideskripsikan. 

Angket/Survei

Angket dan survei adalah rangkaian pertanyaan untuk mengumpulkan informasi dari individu (Yaumi dan Damopolii, 2014). Pertanyaan angket dan survei dapat menggunakan daftar pertanyaan terbuka dan tertutup tergantung dari jenis informasi yang hendak diperoleh. Jika memerlukan informasi yang lebih banyak dengan berbagai sudut pandang, pendidik dapat menggunakan pertanyaan terbuka. Sebaliknya, jika informasi yang hendak dikumpulkan dibatasi oleh ruang dan waktu, maka cukup menggunakan pertanyaan tertutup. Kategori pertanyaan dapat diarahkan pada pertanyaan yang memerlukan dua alternatif jawaban (ya/tidak), tiga jawaban (setuju, tidak berpendapat, tidak setuju), atau di atas empat atau lima alternatif jawaban (sangat sering, cukup sering, kadang-kadang, amat sering, tidak pernah). [9]

Sikap Spiritual dan Sosial

Kata spritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak (Mitrafm, 2012). Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter atau dikenal dengan kodrat. Dengan demikian, kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta.

Spiritual merujuk pada kemampuan seseorang untuk mencari, elemen-elemen pengalaman, kesucian, kebermaknaan, kesadaran yang tinggi dan transendensi, untuk menghasilkan produk yang bernilai. Artinya suatu kecerdasan yang menempatkan tindakan dan kehidupan manusia dalam konteks makna yang lebih luas yakni kemampuan untuk mengakses suatu jalan kehidupan yang bermakna.

Sikap sosial memiliki relevansi dengan kemampuan interpersonal yakni kemampuan memahami pikiran, sikap, dan perilaku orang lain. Oleh karena itu, kemampuan interpersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan keinginan orang lain, serta kemampuan memberikan respons secara tepat terhadap suasana hati, temparamen, motivasi dan keinginan orang lain. Dengan demikian sikap sosial mencakup sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dan lain-lain karena berkenaan dengan hubungan sosial kemasyarakatan.[10]

Penulis: Ahmad Suryadi, Risqy Mutmainnah Amin, Nurul Zakiyah Alim (Mahasiswa PAI UIN Alauddin Makassar)

 



[1]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 176.

[2]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 177.

[3]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 179.

[4]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 182.

[5]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 185.

[6]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 176.

[7]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 190.

[8]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 206.

[9]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 210.

[10]Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran Disesuaikan dengan Kurikulum 2013 (Jakarta: Kencana 2013), h, 214.