A. Pengertian,
Fungsi, dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
1.
Pengertian
Evaluasi Pembelajaran
Istilah “Evaluasi” berasal dari kata “evaluation”
(Bahasa Inggris) yang berarti penilaian.[1]Evaluasi
adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan menimbangnya dari
segi nilai dan arti.[2]
Sedangkan kata dasar “pembelajaran” adalah belajar. Dalam arti sempit pembelajaran
dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang
dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan dan
pengalaman.
Evaluasi pembelajaran adalah suatu
proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam
rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti)
pembelajaran terhadap berbagai komponen pembelajaran.[3]
2.
Fungsi Evaluasi
Pembelajaran
Menurut Scriven (1967) dalam Zainal
Arifin, fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi
formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang
diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu
atau sebagian besar bagian kurikulum yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi
sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara
keseluruhan, dan fungsi ini baru dilaksanakan apabila pengembangan suatu
kurikulum telah dianggap selesai.
Fungsi evaluasi memang cukup luas,
bergantung dari sudut mana kita melihatnya. Bila kita lihat secara menyeluruh,
fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
a.
Evaluasi berfungsi guru dalam
memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis
pendidikan, jurusan, maupun kenaikan kelas. Melalui evaluasi kita dapat
mengetahui potensi peserta didik sehingga kita pun dapat memberikan bimbingan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
b.
Evaluasi berfungsi untuk
mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompok, apakah dia termasuk anak
yang pandai sedang atau kurang pandai.
c.
Secara psikologis peserta didik
selalu butuh untuk mengetahui sejauh mana kegiatan yang telah dilakukan sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
d.
Evaluasi berfungsi untuk
mengetahui taraf kesiapan kesiapan peserta didik sudah dianggap siap.[4]
3.
Tujuan Evaluasi
Pendidikan
a.
Tujuan Umum
EvaluasiPendidikan
Secara
umum evaluasi merupakan
salah satu rangkaiankegiatan dalam meningkatkan kualitas,kinerja atau
produktivitas suatu suatulembaga dalam melaksanakanprogramnya.
1)
Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat
danmengetahui proses yang
terjadi dalamproses pembelajaran.
2)
Melalui evaluasiakan diperoleh
informasi tentang apayang telah dicapai dan mana yang belum(Mardapi, 2004: 19).
3)
Evaluasi memberikan informasibagi
kelas dan pendidik untukmeningkatkan kualitas prosesbelajar mengajar.
4)
Evaluasi sebagai
komponen pengajaranadalah proses
untuk mengetahuikeberhasilan program
pengajaran danmerupakan proses penilaian
yangbertujuan untuk mengetahui kesukarankesukaran yang melekat pada
prosesbelajar (Murshel, 1954: 373).
5)
Evaluasi dalam pendidikan
dilaksanakanuntuk memperoleh informasi tentangaspek yang berkaitan dengan
pendidikan.
b.
Tujuan
KhususEvaluasi Pendidikan
Secara
khususus tujuan evaluasi
pendidikan, menurut Gronlund
(1976:8), antara lain:
1)
Untuk memberikan klarifikasi tentang
sifat hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan
2)Memberikan
informasi tentang ketercapaian tujuan
jangka pendek yang
telah dilaksanakan,
3)Memberikan masukan untuk kemajuan pembelajaran
4) Memberikan
informasi tentang kesulitan
dalam pembelajaran dan
untuk memilih pengalamanpembelajaran
di masa yang akan datang.
Pada prinsipnya
tujuan evaluasipendidikan adalah
untuk melihat dan
mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Dalam
kapasitasnya proses pembelajaran memiliki tiga hal penting yaitu, input,
transformasi dan output, untuk dievaluasi.
a.Input adalah peserta didik yang
telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran.
b.Transformasi adalah
segala unsur yang
terkait dengan proses
pembelajaran yaitu ; guru,
media dan bahan
beljar, metode pengajaran,
sarana penunjang dan
sistem administrasi.
c.Output adalah capaian yang
dihasilkan dari proses pembelajaran.Zainal
Arifin, (2009),memandang jika kita
ingin melakukan kegiatan
evaluasi, terlepas dari jenis evaluasi apa yang digunakan, terdapat tuga
hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a)
Guru harus
mengetahui dan memahami
terlebih dahulu tentang
tujuan dan fungsi evaluasi. Bila
tidak, maka guru
akan mengalami kesulita merencanakan dan melaksanakan evaluasi. Hampir setiap
orang yang membahas evaluasi pula tentang tujuan dan fungsi evaluasi.
b)
Tujuan evaluasi
pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan dan
efisiensi sistem
pembelajaran, baik yang
menyangkut tentang tujuan
materi, metode, media sumber belajar, lingkungan maupun sistem
penilaian itu sendiri.
c)
Tujuan khusus evaluasi
pembelajaran disesuaikan denganjenis
evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi perencanaan dan
pengembangan, evaluasi monitoring,
evaluasi dampak, evaluasi
efisinensiekonomi, dan evaluasi
program komprehensif.
B. Ruang
Lingkup Evaluasi Pembelajaran dan Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran
1.
Ruang Lingkup
Evaluasi Pembelajaran dalam Perpektif Domain Hasil Belajar
Menurut Benyamin S.Bloom, dkk. (1956)
hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam tiga domain yaitu kognitif, afektif,
dan psikomotor. Setiap domain disusujn menjadi beberapa jenjang kemampuan,
mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal
yang mudah sampai dengan hal yang abstrak.
a.
Domain kognitif (cognitive
domain). Domain ini memiliki enam jenjang kemampuan, yaitu:
1)
Pengetahuan (Knowledge),
yaitu kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau
mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau
atau dapat menggunakannya. Kata kerja operasional yang dapat digunakan,
diantaranya mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi nama,
menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar, menyatakan
kembali, memilih menyatakan.
2)
Pemahaman (comprehension),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntuk peserta didik untuk memahami atau
mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat
memanfaatkannya tanpa harus menghubungkan dengan hal-hal lain. Kemampuan ini
dijabarkan lagi menjadi tiga, yakni menerjemahkan, menafsirkan, dan
mengekstrapolasi. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya
mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan, menjelaskan, menyatakan secara
luas, menyimpulkan, memberi contoh, melyuukiskan kata-kata sendiri, meramalkan,
menuliskan kembali, meningkatkan.
3)
Penerapan (application),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide
umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan
konkret. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengubah
menghitungkan, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti,
menjalankan, memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan.[5]
4)
Analis (analysis), yaitu
jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi
atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya.
5)
Sintesis (synthesis),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut menggabungkan berbagai faktor.
6)
Evaluasi (evaluation),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi
suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.
b.
Domain Afektif (Affective
Domain), yaitu internalisasi sikap yang menunjukkan kearah pertumbuhan batiniah
dan terjadi bila peserta didik menjadi sadar tentang nilai yang diterima,
kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk
nilai dan menentukan tingkah laku. Domain ini memiliki beberapa jenjang
kemampuan, yaitu:
1)
Kemauan menerima (receiveng),
yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap
eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.
2)
Kemauan menaggapi/menjawab (responding)
3)
Menilai (Evaluating)
4)
Organisasi (organization)
Ranah atau
kawasan afektif ialah suatu proses internalisasi pada diri seseorang yang
berhubungan dengan minat, nilai, sikap, apresiasi dan penyesuaian. Dengan
terjadinya proses internalisasi yaitu proses dimana peserta didik menerima
nilai, sikap, dan lain-lain maka secara berturut-turut dia memberi perhatian
terhadap nilai dan sikap tersebut kemudian memberi reaksi, memberi penilaian
serta membentuk konsep.[6]
c.
Domain Psikomor (psychomotor
domain), yaitu kemampuan peserta didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh
atau bagian-bagiannya.[7]
Daerah psikomotor yaitu keterampilan untuk mengadakan koordinasi anatara
proses-proses psikhis (terutama penginderaan) dengan reaksi-reaksi motoris.[8]
Domain ini memiliki lima jenjang keterampilan yaitu:
1)
Peniruan (imitation) yaitu
kemampuan untuk menirukan suatu keterampilan tertentu.
2)
Pemanfaatan (utilization)
yaitu kemampuan untuk menggunakan keterampilan-keterampilan ysng telah berhasil
ditirukan dalam situasi yang tepat.
3)
Kecermatan/ketepatan (accurary)
yaitu kemampuan untuk menghubung-hubungkan antara keterampilan yang satu dengan
keterampilan lainnya sehingga merupakan satu kesatuan kegiatan.
4)
Naturalisasi (naturalisation)
yaitu kematangan dari keterampilan-keterampilan tersebut sehingga menjadi
otomatis dan natural (tidak kaku).[9]
Penilaian perlu
dilakukan terhadap daya tarik, minat, motovasi, ketekunan belajar, dan sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu beserta proses pembelajarannya. Dalam
penilaian berbasis kelas ketiga domain di atas harus diperhitungkan secara
seimbang dan proporsional. Untuk itu, dalam pelaksanaan penilaian berbasis
kelas, guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penilaian domain kognitif
dilakukan setelah peserta didik mempelajari satu kompetensi dasar yang harus
dicapai, akhir dari semester, dan jenjang satuan pendidikan.
b.
Penilaian domain afektif
dilakukan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, baik di dalam maupun di
luar kelas.
c.
Penilaian domain psikomor
dilakukan selama berlangsungnya proses kegiatan pembelajaran.
Dalam proses
evaluasi pembelajaran atau penilaian dan hasil belajar, guru sering menggunakan
instrumen tertentu, baik tes maupun non-tes (observasi, wawancara, skala sikap,
angket, dan lain-lain). Instrumen ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat
penting dalam rangka mengetahui keefektifan proses pembelajaran di sekolah.
Mengingat begitu pentingnya suatu instrumen dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran.
2.
Prosedur
Pengembangan Evaluasi Pembelajaran
a.
Prencanaan
Evaluasi
Dalam melaksanankan suatu kegiatan
tentunya harus sesuai dengan apa yang direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar
hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Namun, banyak juga orang
melaksanakan suatu kegiatan tanpa perencanaan yang jelas sehingga hasilnya pun
kurang maksimal. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus dapat membuat
perencanaan evaluasi dengan baik.
b.
Pentingnya
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah pembelajaran. Analisis kebutuhan adalah suatu proses
yang dilakukan oleh seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan
skala prioritas pemecahannya.[10]
c.
Monitoring
Pelaksanaan Evaluasi
Langkah ini dilakukan untuk melihat
apakah pelaksanaan evaluasi pembelajaran telah sesuai dengan perencanaan
evaluasi yang telah ditetapkan atau belum. Tujuannya untuk mencegah hal-hal
yang negatif dan meningkatkan efisiensi pelaksanaan evaluasi. Monitoring
mempunyai dua fungsi pokok. Pertama, untuk melihat relevansi pelaksanaan
evaluasi dengan perencanaan evaluasi. Kedua, untuk melihat hal-hal apa yang
terjadi selama pelaksanaan evaluasi. Jika dalam pelaksanaan evaluasi terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, maka evaluator harus mencatat, melaporkan, dan
menganalisis faktor-faktor penyebabnya. Dalam pelaksanaan penilaian hasil
belajar sering terjadi peserta didik menyontek jawaban dari temannya, peserta
didik mendapat bocoran soal, ada juga
peserta didik yang tiba-tiba sakit ketika mengerjakan soal, dan sebagainya. Di
sinilah pentingnya monitoring pelaksanaan evaluasi.
d.
Pengolahan Data
Setelah semua data dikumpulkan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, maka selanjutnya dilakukan pengolahan
data. Mengolah data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi
sebuah sajian datayang menarik dan bermakna. Data hasil evaluasi, ada yang
berbentuk kualitatif, ada juga yang berbentuk kuantitatif.[11]
Dalam pegolahan data biasanya sering
diganakan analisis statistik. Analisis statistik digunakan jika ada data
kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka , sedangkan untuk data
kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan
statistik.
e.
Pelaporan Hasil
Evaluasi
Semua hasil evaluasi harus dilaporkan
kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti orangtua/wali, kepala sekolah,
pengawas, pemerintah, mitra sekolah, dan peserta didik itu sendiri sebagai
bentuk akuntabilitas publik. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran
termasuk proses dan hasil belajar yang dicapai peserta didik serta
perkembangannya dapat diketahui oleh berbagai pihak, sehingga orang tua/wali
(misalnya) dapat menentukan sikap yang objektif dan mengambil langkah-langkah
yang pasti sebagai tindak lanjut dari laporan tersebut. Sebaliknya, jika hasil
evaluasi itu tidak di laporkan, kepala sekolah tidak mengetahui keefektifan
proses pembelajaran, dan orangtua peserta didik tidak dapat mengetahui kemajuan
belajar yang dicapai anaknya. Akibatnya, orangtua peserta didik tidak mempunyai
sikap dan rencana yang pasti terhadap anaknya, baik dalam rangka pemilihan minat
dan bakat, bimbingan maupun untuk melanjutkan studi yang lebih tinggi.[12]
C. Pengembangan
Instrumen Evaluasi Jenis Tes dan Non-Tes
1.
Bentuk-Bentuk Evaluasi
Jenis Tes
a.
Tes subjektif
pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes
bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang
bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. Ciri-ciri pertanyaanya didahului dengan
kata-kata seperti; uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan,
simpulkan, dan sebagainya.
b.
Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam
pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan
untuk mengatasi dari tes bentuk essai. Disebut objektif karena penilaiannya
objektif. Adapun macam-macam tes objektif, yaitu:[13]
1)
Tes benar-salah (true-false or
Yes-No)
Bentuk tes benar-salah adalah pernyataan
yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik
diminta untuk menentukan pilihannya mengenai pernyataan-pernyataan atau
pernyataan-pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam mengerjakan soal.
Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan
peserta didik dalam membedakan antara fakta dan kenyataan.
2)
Pilihan-Ganda (Multiple-Choice)
Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan
aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Soal tes
pilihan-ganda terdiri atas pembawa pokok persoalan dan pilihan jawaban. Item-item
dari tes model benar-benar adalah berupa pernyataan yang benar dan sebagian
lagi salah. Tigas peserta didik adalah memberi tanda silang (X) atau melingkari
huruf B, jika pernyataan tersebut dinilai benar , dan pada huruf S, jika pernyataan
itu dinilai salah.[14]
3)
Menjodohkan (Matching)
Soal tes
menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan-ganda. Perbedaanya dengan
bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda terdiri atas stem dan option,
kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap
paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan
kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.
4)
Jawaban singkat (short answer)
dan Melengkapi (completion)
Kedua bentuk tes ini masing-masing
menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat
dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan
dalam bentuk pernyataan. Dengan kata lain, soal tersebut berupa suatu kalimat
bertanya yang dapat dijawab dengan singkat, berupa kata, prase, nama, tempat,
nama tokoh, lambang, dan lain-lain.
2.
Bentuk-Bentuk
Evaluasi Jenis Non-Tes
Instrumen
non-tes dapat digunakan jika kita ingin mengetahui kualitas proses dan produk
dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan aspek afektif, seperti
sikap, minat, bakat, dan motivasi. Pada prinsipnya, setiap melakukan evaluasi
pembelajaran, kita dapat menggunakan teknik tes dan non-tes, sebab hasil
belajar atau aspek-aspek pembelajaran bersifat aneka ragam. Hasil belajar dapat
berupa pengetahuan teoritis, keterampilan, dan sikap. Pengetahuan teoritis
dapat diukur dengan menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan
menggunakan tes perbuatan. Adapun perubahan sikap dan pertumbuhan anak dalam
psikologi hanya dapat diukur dengan teknik non-tes, misalnya observasi,
wawancara, skala sikap, dan lain-lain.[15]
a.
Observasi (Observation)
Observasi adalah
suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan
rasional mengenail berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun
dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam
melakukan observasi adalah pedoman observasi. Observasi tidak hanya digunakan dalam
evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama penelitian kualitatif.
Tujuan utama observasi adalah (1) untuk mengumpulkan data dan informasi
mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam
situasi sesungguhnya maupun dalam situasi buatan, (2) untuk mengukur perilaku
kelas (baik perilaku guru maupun perilaku peserta didik), interaksi antara
peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama
kecakapan sosial.[16]
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi
dapat digunakan untuk menilai proses hasil belajar peserta didik, seperti
tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan
tugas,dan lain-lain.
Suatu observasi disebut partisipan jika
orang yang melakukan pengamatan itu turut ambil bagian dalam keikutsertaan
orang melakukan observasi agar tidak menimbulkan kecurigaan pada pihak-pihak
yang diobservasi.[17]
b.
Wawancara (interview)
Wawancara
merupakan salah satu bentuk alat evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya jawab, baik langsung maupun tidak langsung dengan peserta
didik. Wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan secara langsung
antara pewawancara (interviewer) atau guru dengan orang yang
diwawancarai (interviewee) atau peserta didik tanpa melalui perantara,
sedangkan wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau guru menanyakan
sesuatu kepada peserta didik melalui perantaraan orang lain atau media. Jadi,
tidak menemui langsung kepada sumbernya.
Sebagai alat penolaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dab proses belajar. Kelebihan wawancara adalah bisa kontak langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehingga suswa bebas mengemukakan pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara lengkap. Melalui wawancara data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi. Sebaliknya,